BagikanDakwah
– Sahabat dakwah, kebutuhan biologis merupakan kebutuhan yang tidak bisa di
abaikan bagi pasangan suami istri, namun apa yang sebaiknya dilakukan ketika
selesai berhu-bungan in-tim, apakah mandi wajib terlebih dahulu atau boleh
langsung tidur?
Islam
adalah agama yang ringan dilakukan karena sesuai dengan fitrah manusia. Untuk
hal ini, Rasulullah shalallaahu alaihi wassalam mencontohkan keduanya, tapi
beliau menyarankan tidak langsung tidur, melainkan membersihkan dulu kema-luan
dan berwudhu.
Dari Ibnu
‘Umar, ia berkata bahwa ‘Umar bin Al Khottob pernah bertanya pada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah salah seorang di antara kami boleh tidur
sedangan ia dalam keadaan junub?” Beliau menjawab, “Iya, jika salah seorang di
antara kalian junub, hendaklah ia berwudhu lalu tidur.” (HR. Bukhari no. 287
dan Muslim no. 306).
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa jika dalam keadaan junub dan hendak tidur,
beliau mencuci kema-luannya lalu berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat.” (HR.
Bukhari no. 288).
“Bagaimana
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika dalam keadaan junub? Apakah beliau
mandi sebelum tidur ataukah tidur sebelum mandi?” ‘Aisyah menjawab, “Semua itu
pernah dilakukan oleh beliau. Kadang beliau mandi, lalu tidur. Kadang pula
beliau wudhu, barulah tidur.” ‘Abdullah bin Abu Qois berkata, “Segala puji bagi
Allah yang telah menjadikan segala urusan begitu lapang.” (HR. Muslim no. 307).
Berikut
keterangan Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di ketika menjelaskan hadits
‘Umar dalam penjelasan kitab ‘Umdatul Ahkam.
Para ulama
berkata bahwa disunnahkan bagi yang junub untuk berwudhu ketika hendak makan,
minum, tidur ataupun ketika ingin mengulangi hubu-ngan in-tim. Namun jika memilih
untuk mandi, itu lebih sempurna. Jika tidak berwudhu, maka berarti meninggalkan
yang lebih utama. Untuk tidur, dimakruhkan untuk tidur dalam keadaan junub
berdasarkan dalil ini. Karena orang yang tidur terlepas ruhnya sementara waktu.
Ketika itu, ruh tersebut sujud di hadapan Allah. Sedangkan jika seseorang dalam
keadaan junub, tidak bisa seperti itu. Jadinya, jika seseorang tidur dalam
keadaan junub lantas junubnya tersebut tidak juga diperingan dengan wudhu, maka
maksud ruh untuk sujud di sini tidaklah tercapai.
Begitu pula
ada maslahat jika seseorang mandi terlebih dahulu untuk menghilangkan junub
sebelum tidur. Ada maslahat badaniyah di sana, yaitu badan bertambah semangat
dan ia pun ketika bangun tidur bertambah fit. Jika tidak mandi, maka minimal
berwudhu. Jika tidak berwudhu, maka badan akan mudah malas dan lemas. Ketika
bangun tidur pun demikian, bahkan lebih bertambah malas.
Hadits di
atas intinya menjelaskan tidak mengapa seseorang tidur dalam keadaan junub,
namun disarankan berwudhu terlebih dahulu. Lihat Syarh ‘Umdatil Ahkam, hal. 87.
Namun
hadits di atas masih menunjukkan bolehnya orang yang junub tidur walau tidak
dengan wudhu. Ketika Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Apakah salah
seorang di antara kami boleh tidur sedangan ia dalam keadaan junub?” Beliau
lantas menjawab, “Iya.” Ini menunjukkan bahwa wudhu tersebut hanyalah
disunnahkan, bukanlah wajib. Karena jawaban Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam
dapat berarti boleh tidur dalam keadaan junub (walau tanpa wudhu). Lihat
penjelasan guru kami, Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri hafizhohullah dalam
Syarh ‘Umdatil Ahkam, 1: 92.
Kami
simpulkan keadaan orang yang junub sebelum tidur:
1] Junub
lalu mandi sebelum tidur, ini lebih sempurna.
2] Junub
dan wudhu terlebih dahulu sebelum tidur, ini yang disunnahkan untuk memperingan
junub.
3] Junub
dan tanpa wudhu, lalu tidur. Seperti ini masih dibolehkan.
Wallahu
a’lam. Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat.
Sumber : rumaysho.com