BagikanDakwah
– Sahabat Dakwah, Islam selalu mengajarkan
kepada kita untuk mencintai kebersihan, selalu menghindarkan diri dari hal
najis dan membersihkan diri dari hadats kecil maupun besar. Namun sayangnya,
banyak di antara umat Islam yang masih belum paham cara membersihkan diri
sesuai tata cara serta ajaran Rasulullah, padahal itu menjadi salah satu syarat
sah nya shalat kita.
Terutama tentang
mandi besar atau mandi wajib, setiap wanita yang sudah selesai haid ataupun laki-laki
yang mengalami mimpi basah, pasangan suami istri yang melakukan hubu-ngan in-tim,
seseorang yang baru saja masuk Islam, semuanya diwajibkan untuk mandi, namun bukan
sembarang mandi, ada tata cara dan sunnah-sunnahnya.
Dikarenakan
hal ini sangat penting, semoga para suami mau menerangkan pada istrinya, para
ibu mau menerangkan pada putra-putrinya yang akan baligh, berikut ini
pembahasannya, dan semoga bermanfaat bagi kita semua :
1] Berniat mandi wajib
Jangan
sekadar mandi tanpa didahului niat untuk membersihkan hadats besar! Cukup
banyak orang melakukan kesalahan karena tidak mendahului dengan niat yang
tepat. Mandi wajib tidaklah sama dengan sekadar mandi biasa, meskipun sama-sama
membasahi seluruh rambut dan tubuh.
Dalam
hadits dari ‘Umar bin Al Khattab, Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda,
“Sesungguhnya
setiap amalan tergantung pada niatnya.” (Riwayat Bukhari no. 1 dan Muslim no.
1907)
2] Rukun Mandi
Hakikat
mandi ialah mengguyur seluruh badan dengan air, yakni mengenai rambut dan
kulit.
Inilah yang
diterangkan dalam banyak hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di
antaranya adalah dari Aisyah Radhiyallahu Anha yang menceritakan tata cara
mandi Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam,
"Dahulu,
jika Rasulullah SAW. hendak mandi janabah (junub), beliau memulai dengan
membasuh kedua tangannya. Kemudian menuangkan air dari tangan kanan ke tangan
kirinya lalu membasuh kema-luannya. Lantas berwudhu sebagaimana berwudhu untuk
salat. Lalu beliau mengambil air dan memasukkan jari - jemarinya ke pangkal
rambut. Hingga beliau menganggap telah cukup, beliau tuangkan ke atas kepalanya
sebanyak 3 kali tuangan. Setelah itu beliau mengguyur seluruh badannya.
Kemudian beliau membasuh kedua kakinya." (HR. Muslim)
Dari Jubair
bin Muth’im berkata, “Kami saling memperbincangkan tentang mandi janabah di
sisi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, lalu beliau bersabda,
أَمَّا أَنَا فَآخُذُ مِلْءَ كَفِّى ثَلاَثاً فَأَصُبُّ عَلَى رَأْسِى ثُمَّ أُفِيضُهُ بَعْدُ عَلَى سَائِرِ جَسَدِى
“Saya
mengambil dua telapak tangan, tiga kali lalu saya siramkan pada kepalaku,
kemudian saya tuangkan setelahnya pada semua tubuhku.” (Riwayat Ahmad 4/81. Syaikh Syu’aib Al Arnauth
mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari Muslim)
Dalil yang
menunjukkan bahwa hanya mengguyur seluruh badan dengan air itu merupakan rukun
(fardhu) mandi dan bukan selainnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ummu
Salamah. Ia mengatakan,
“Saya
berkata, wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang mengepang rambut kepalaku,
apakah aku harus membuka kepangku ketika mandi junub?” Beliau bersabda, “Jangan
(kamu buka). Cukuplah kamu mengguyur air pada kepalamu tiga kali, kemudian
guyurlah yang lainnya dengan air, maka kamu telah suci.” (Riwayat Muslim no.
330)
Dengan
seseorang memenuhi rukun mandi ini, maka mandinya dianggap sah, asalkan
disertai niat untuk mandi wajib (al ghuslu). Jadi seseorang yang mandi di
pancuran atau shower dan air mengenai seluruh tubuhnya, maka mandinya sudah
dianggap sah.
Adapun
berkumur-kumur (madhmadhoh), memasukkan air dalam hidung (istinsyaq) dan
menggosok-gosok badan (ad dalk) ialah perkara yang disunnahkan menurut
mayoritas ulama.
Baca Juga : Inilah Hukumnya Jika Berwudhu Dengan Keadaan Tel4nj4ng Bulat Setelah Mandi
Berikut Ini adalah Tata Cara Mandi
yang Sempurna
Berikut
kita akan melihat tata cara mandi yang disunnahkan. Apabila hal ini dilakukan,
maka akan membuat mandi tadi jadi lebih sempurna.
Dari Ibnu
‘Abbas berkata bahwa Maimunah mengatakan, “Aku pernah menyediakan air mandi
untuk Rasulullah, Lalu beliau menuangkan
air pada kedua tangannya dan mencuci keduanya dua kali-dua kali atau tiga kali.
Lalu dengan tangan kanannya beliau menuangkan air pada telapak tangan kirinya,
kemudian beliau mencuci kema-luannya. Setelah itu beliau menggosokkan tangannya
ke tanah. Kemudian beliau berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung.
Lalu beliau membasuh muka dan kedua tangannya. Kemudian beliau membasuh
kepalanya tiga kali dan mengguyur seluruh badannya. Setelah itu beliau bergeser
dari posisi semula lalu mencuci kedua telapak kakinya (di tempat yang
berbeda).” (Riwayat Bukhari no. 265 dan Muslim no. 317)
Dari dua
hadits di atas, kita dapat merinci tata cara mandi yang disunnahkan sebagai
berikut.
1] Mencuci tangan terlebih dahulu
sebanyak tiga kali sebelum tangan tersebut dimasukkan dalam bejana atau sebelum
mandi.
Ibnu Hajar
Al Asqolani rahimahullah mengatakan, “Boleh jadi tujuan untuk mencuci tangan
terlebih dahulu di sini adalah untuk membersihkan tangan dari kotoran … Juga
boleh jadi tujuannya adalah karena mandi tersebut dilakukan setelah bangun
tidur.”
2] Membersihkan kema-luan dan
kotoran yang ada dengan tangan kiri.
3] Selanjutnya yakni Mencuci tangan
setelah membersihkan kema-luan dengan menggosokkan ke tanah atau dengan
menggunakan sabun.
An Nawawi
rahimahullah mengatakan, “Disunnahkan bagi orang yang beristinja’ (cebok/
membersihkan kotoran) dengan air, ketika selesai, hendaklah ia mencuci
tangannya dengan debu atau semacam sabun, atau hendaklah ia menggosokkan
tangannya ke tanah atau tembok untuk menghilangkan kotoran yang ada.”
4] Berwudhu dengan wudhu yang
sempurna seperti ketika hendak shalat.
Asy
Syaukani rahimahullah mengatakan, “Adapun mendahulukan mencuci anggota wudhu
ketika mandi itu tidaklah wajib. Cukup dengan seseorang mengguyur badan ke
seluruh badan tanpa didahului dengan berwudhu, maka itu sudah disebut mandi (al
ghuslu).”
Untuk kaki
ketika berwudhu, kapankah dicuci? Jika kita melihat dari hadits Maimunah di
atas, dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau membasuh
anggota wudhunya dulu sampai membasuh kepala, lalu mengguyur air ke seluruh
tubuh, sedangkan kaki dicuci terakhir. Namun hadits ‘Aisyah menerangkan bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu secara sempurna (sampai mencuci
kaki), setelah itu beliau mengguyur air ke seluruh tubuh.
Dari dua
hadits tersebut, para ulama akhirnya berselisih pendapat kapankah kaki itu
dicuci. Yang tepat tentang masalah ini, dua cara yang disebut dalam hadits
‘Aisyah dan Maimunah bisa sama-sama digunakan. Yaitu kita bisa saja mandi
dengan berwudhu secara sempurna terlebih dahulu, setelah itu kita mengguyur air
ke seluruh tubuh, sebagaimana disebutkan dalam riwayat ‘Aisyah. Atau boleh jadi
kita gunakan cara mandi dengan mulai berkumur-kumur, memasukkan air dalam
hidup, mencuci wajah, mencuci kedua tangan, mencuci kepala, lalu mengguyur air
ke seluruh tubuh, kemudian kaki dicuci terakhir.
Syaikh Abu
Malik hafizhohullah mengatakan, “Tata cara mandi (apakah dengan cara yang
disebut dalam hadits ‘Aisyah dan Maimunah) itu sama-sama boleh digunakan, dalam
masalah ini ada kelapangan.”
5] Mengguyur air pada kepala
sebanyak tiga kali hingga sampai ke pangkal rambut.
6] Memulai mencuci kepala bagian
kanan, lalu kepala bagian kiri.
7] Menyela-nyela rambut.
Dari
‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha disebutkan,
“Jika
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mandi junub, beliau mencuci tangannya
dan berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Kemudian beliau mandi dengan
menggosok-gosokkan tangannya ke rambut kepalanya hingga bila telah yakin merata
mengenai dasar kulit kepalanya, beliau mengguyurkan air ke atasnya tiga kali.
Lalu beliau membasuh badan lainnya.” (Riwayat
Bukhari no. 272)
Juga
‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha mengatakan,
“Jika salah
seorang dari kami mengalami junub, maka ia mengambil air dengan kedua tangannya
dan disiramkan ke atas kepala, lalu mengambil air dengan tangannya dan
disiramkan ke bagian tubuh sebelah kanan, lalu kembali mengambil air dengan
tangannya yang lain dan menyiramkannya ke bagian tubuh sebelah kiri.” (Riwayat
Bukhari no. 277)
8] Mengguyur air pada seluruh badan
dimulai dari sisi yang kanan setelah itu yang kiri.
Dalilnya ialah
dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, ia berkata,
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mendahulukan yang kanan ketika memakai
sendal, ketika bersisir, ketika bersuci dan dalam setiap perkara (yang baik-baik).” (Riwayat
Bukhari no. 168 dan Muslim no. 268)
Mengguyur
air ke seluruh tubuh di sini cukup sekali saja sebagaimana zhohir (tekstual)
hadits yang membicarakan tentang mandi. Inilah salah satu pendapat dari madzhab
Imam Ahmad dan dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Lantas Bagaimanakah
Tata Cara Mandi pada Wanita? Berikut ini tata caranya
Adapun tata
cara mandi junub pada wanita sama dengan tata cara mandi yang diterangkan di
atas, sedikit tambahan untuk mandi wajib setelah haid:
“Asma’
bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang mandi wanita haidh.
Maka beliau bersabda, “Salah seorang dari kalian hendaklah mengambil air dan
daun bidara, lalu engkau bersuci, lalu membaguskan bersucinya. Kemudian
hendaklah engkau menyiramkan air pada kepalanya, lalu menggosok-gosoknya dengan
keras hingga mencapai akar rambut kepalanya. Kemudian hendaklah engkau
menyiramkan air pada kepalanya tadi. Kemudian engkau mengambil kapas bermisik,
lalu bersuci dengannya. Lalu Asma’ berkata, “Bagaimana dia dikatakan suci
dengannya?” Beliau bersabda, “Subhanallah, bersucilah kamu dengannya.” Lalu
Aisyah berkata -seakan-akan dia menutupi hal tersebut-, “Kamu sapu bekas-bekas
darah haidh yang ada (dengan kapas tadi)”. Dan dia bertanya kepada beliau
tentang mandi junub, maka beliau bersabda, ‘Hendaklah kamu mengambil air lalu
bersuci dengan sebaik-baiknya bersuci, atau bersangat-sangat dalam bersuci
kemudian kamu siramkan air pada kepala, lalu memijatnya hingga mencapai dasar
kepalanya, kemudian mencurahkan air padanya’.” (Riwayat Bukhari no. 314 dan Muslim no. 332)
Dalam mandi
junub tidak disebutkan “menggosok-gosok dengan keras”. Hal ini menunjukkan
bedanya mandi junub dan mandi karena haidh/nifas.
Ketika
mandi sesuai masa haidh, seorang wanita disunnahkan membawa kapas atau potongan
kain untuk mengusap tempat keluarnya darah guna menghilangkan sisa-sisanya.
Selain itu, disunnahkan mengusap bekas darah pada kema-luan setelah mandi
dengan minyak misk atau parfum lainnya. Hal ini dengan tujuan untuk
menghilangkan bau yang tidak enak karena bekas darah haidh.
Perlukah
Berwudhu Seusai Mandi?
Cukup kami
bawakan dua riwayat tentang hal ini,
Dari
‘Aisyah, ia berkata, “Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak berwudhu setelah
selesai mandi.” (Riwayat Tirmidzi no. 107, An Nasai no. 252, Ibnu Majah no.
579, Ahmad 6/68. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Sebuah
riwayat dari Ibnu ‘Umar,
Beliau
ditanya mengenai wudhu setelah mandi. Lalu beliau menjawab, “Lantas wudhu yang
mana lagi yang lebih besar dari mandi?” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah secara marfu’
dan mauqu])
Abu Bakr
Ibnul ‘Arobi berkata, “Para ulama tidak
berselisih pendapat bahwa wudhu telah masuk dalam mandi.” Ibnu Baththol juga
telah menukil adanya ijma’ (kesepakatan ulama) dalam masalah ini.
Penjelasan
ini ialah sebagai alasan yang kuat bahwa jika seseorang sudah berniat untuk
mandi wajib, lalu ia mengguyur seluruh badannya dengan air, maka setelah mandi
ia tidak perlu berwudhu lagi, apalagi jika sebelum mandi ia sudah berwudhu.
Demikianlah
tata cara mandi wajib yang benar dan disunnahkan, semoga bermanfaat.
Sumber : ummi-online.com