BagikanDakwah
– Sahabat dakwah, akhir-akhir ini banyak yang cerita tentang istri yang
didzalimi akan tetapi sang suami tidak mau menceraikannya. Dibawah ini
mudah-mudahan bisa menjadi solusinya:
Bu
Herlini, kami adalah kumpulan ibu-ibu
dari sebuah majelis taklim di Jakarta Timur. Kami ingin menanyakan pada Ibu
seputar hukum talak (perceraian), karena ini banyak terjadi di lingkungan kami
:
1] Seorang
suami pernah mengatakan pada istrinya bahwa ia akan menceraikannya bila ia
memotong rambutnya. Sampai pada suatu saat, karena kondisi kesehatan yang
kurang baik, si istri diharuskan memotong rambutnya. Bagaimana kalau hal itu
terjadi? Apakah perceraian tersebut sah dan berlaku?
2] Seorang
janda yang ingin menikah lagi harus menunggu masa idah selesai. Sejak kapan
masa idah tersebut dihitung? Apakah sejak suami mengucapkan cerai atau sejak
pengadilan agama meresmikan perceraian?
3]
Bagaimana hukumnya apabila istri yang sedang hamil diceraikan suaminya? Apakah
perceraian tersebut sah?
4]
Bagaimana hukumnya bila suami mengucapkan cerai di depan keluarga suami, tanpa
kehadiran istri pada saat ia mengucapkan cerai? Apakah perceraian itu sah?
5]
Bagaimana hukumnya para aktor dan aktris yang berakting akad nikah? Apakah akad
nikah itu sah?
6] Apa yang
harus dilakukan seorang istri ketika dia tidak suka dengan perbuatan suaminya
(misalnya suaminya suka memukul, atau suaminya bermaksiat dengan wanita lain),
tetapi suaminya bersikeras tidak mau menceraikannya, sedangkan hak cerai ada di
tangan suami?
7.]Ada
sepasang suami istri yang awalnya menikah dengan agama yang berbeda. Suaminya
nonmuslim (Budha). Setelah 7 tahun pernikahan, sang suami mendapat hidayah dan
dia pun masuk agama Islam. Bagaimana status pernikahan mereka setelah suaminya
masuk Islam? Bagaimana pula status anak mereka? Apakah anak itu tetap menjadi
anak sah mereka?
Majelis Taklim Nurul Islam – Jakarta
Timur
Jawaban:
Semoga
Allah berikan berkah, ilmu yang bermanfaat, dan ukhuwah yang kuat pada majelis
taklim ibu dan kepada kita semua. Amin Ya Allah.
1] Dalam
istilah fikihnya dinamakan thalaq mu’allaq artinya perceraian yang digantungkan
oleh suami dengan suatu perbuatan yang dilakukan istrinya pada masa mendatang.
Misalnya seorang suami berkata kepada isterinya, ‘jika kamu pergi juga ke rumah
si fulanah, maka kamu saya cerai’. Sama seperti kasus yang ibu tanyakan ‘kamu
saya ceraikan apabila kamu memotong rambutmu’. Apakah talak seperti itu
benar-benar jatuh bila si istri melanggarnya? Ibnu Abbas, Atha’, Jabir bin Zaid
dan para ulama lainnya termasuk mazhab Syafi’i dan Hanafi serta pengikut
Hambali berpendapat, bahwa talak tersebut jatuh bila istri melakukannya. Jadi,
ketika istri memotong rambutnya maka jatuhlah talak dari suaminya. Berdasarkan
pendapat ini, tentu saja perceraian tersebut berlaku. Oleh karena itu, seorang
suami hendaknya tidak bermain-main dalam mengucapkan kalimat talak, karena
“Talak ini adalah suatu perbuatan halal yang paling dibenci Allah.” (H.R. Abu
Daud). Apalagi untuk suatu perbuatan “sepele” yang masih bisa dilakukan dengan
cara dialog dan komunikasi, bukan dengan cara ancaman “cerai”.
2] Secara
syar’i, dimulainya perhitungan masa idah adalah sejak suami mengucapkan cerai
(talak) terhadap istrinya. Adapun pengadilan agama itu merupakan tertib
administrasi saja.
3]
Perceraian yang terjadi ketika istri dalam keadaan hamil adalah sah, baik cerai
mati maupun cerai hidup. Sedangkan idahnya ialah sampai ia melahirkan anaknya
sebagaimana tercantum dalam Q.S. Ath-Thalaq ayat 4; “Dan perempuan-perempuan
yang hamil, waktu idah mereka itu adalah sampai mereka melahirkan.”
4]
Perceraian itu sah karena disaksikan oleh orang lain walaupun tidak ada
istrinya pada saat itu. Lihat Q.S. Ath-Thalaq ayat 2.
5] Memang
ada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh r.a. bahwa Rasulullah SAW
bersabda: Ada tiga perkara yang dilakukan sungguh-sungguh dianggap sungguhan
dan yang dilakukan dengan main-main (bergurau) juga dianggap sungguhan, yaitu
nikah, talak dan rujuk (H.R. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan Tirmizi).
6]
Kebanyakan para Fuqoha’ menyatakan bahwa nikah, talak, dan rujuk yang diucapkan
dengan bergurau dianggap sah hukumnya. Namun, dalam sebuah pernikahan tentu
saja ada beberapa syarat yang menyebabkan sahnya suatu pernikahan tersebut,
antara lain adanya wali dari pihak perempuan, dua orang saksi, dan mahar. Tentu
saja peran pernikahan yang dimainkan oleh aktor dan aktris tersebut tidak sah,
sebab peran wali wanitanya dimainkan oleh orang lain, bukan wali/orangtua yang
sesungguhnya dari mempelai wanita tersebut.
7] Dalam
Islam seorang suami berhak menjatuhkan perceraian ataupun menolak permintaan
cerai dari istri. Bila ia mengucapkan cerai sekali saja, jatuhlah perceraian
itu. Beda halnya dengan seorang istri, ribuan kali ia mengucapkan kata cerai
pada suaminya, maka perceraian tersebut tidaklah berlaku. Hal ini bukan
menunjukkan ketidakadilan Islam terhadap wanita, justru sebaliknya. Bila hak cerai diserahkan kepada
wanita, mungkin ia akan menyesalinya karena biasanya kalimat cerai kerap
menghiasi kata-kata seorang istri setiap kali bertengkar.
8] Walaupun
hak cerai ada pada suami, bukan berarti istri tidak bisa melepaskan diri dari
“cengkraman” suami yang menzalimi dirinya. Islam juga memberikan hak khulu’
pada istri, yakni gugat cerai dengan tebusan yang diberikan istri kepada suami
yang dibencinya, agar suaminya itu dapat menceraikannya. Dengan kata lain,
khulu’ berarti talak yang dituntut istri dengan mengembalikan mahar yang pernah
diberikan suaminya. Lihat Q.S. Al-Baqarah ayat 229.
9] Bila
terjadi kasus yang Ibu tanyakan di atas, maka isteri tersebut dapat menggugat
suaminya ke pengadilan. Pengadilanlah yang akan memberikan putusan perceraian
kepada mereka, setelah melewati beberapa kali sidang.
10] Semua
ulama sepakat mengharamkan seorang muslimah menikah dengan nonmuslim (di
antaranya Imam Malik, Syafi’i, Abu Ubaid, Ahmad dan mazhab Hambali). Pernikahan
yang terjadi dianggap tidak sah secara syar’i. Ketika sang suami tersebut
mendapatkan hidayah dan memeluk Islam, maka mereka dapat melakukan akad nikah
baru. Sebab pernikahan terdahulu tidak dilaksanakan sesuai dengan cara Islam.
Anak-anak mereka (mudah-mudahan) anak sah dari mereka. Semoga Allah mengampuni
dosa-dosa masa lalu dari orang tua yang pernah berbuat dosa dan kesalahan.
Seorang anak terlahirkan dalam keadaan
suci dan fitrah, tidak membawa dosa warisan dari kedua orang tua mereka.
Semoga
tulisan ini bermanfaat.
Sumber : ummi-online.com