Bagikandakwah – Sahabat dakwah, Kutatap satu-satu wajah
pulas itu yakni wajah keluargaku. Wajah-wajah yang menemani hari-hariku enam
tahun terakhir ini. Hadirnya mereka adalah episode dari sekian episode yang
terus berlanjut dalam kehidupan. Menatapnya, menghadirkan ketenangan.
Melihatnya, juga kembali menyadarkan tentang besarnya sebuah amanah.
Kehadiran seorang isteri bagi lelaki yang baru menikah
tentulah menjadi anugerah. Bukankah Adam merasa kesepian sebelum hadirnya Hawa
ditengah kenikmatan surga yang dirasa. Pun, kehadiran anak bagi pasangan yang
telah menikah, juga menjadi harapan. Harapan tentang berlanjutnya siklus
kehidupan dengan mewujudnya keturunan. Harapan tentang masa depan anak yang
cemerlang. Harapan tentang misi peradaban. Semua menjadi satu dalam kehidupan
yang dijalani, kehidupan berumah tangga.
Mencintai meraka adalah ibadah. Mencukupkan keperluan mereka
adalah sedekah. Amanah yang musti dijaga, selalu sepanjang masa. Kadang
terbesit seketika, “Allah…, sampai kapan ini tetap ada, bilakah perpisahan itu
tiba?”
Pernahkan pertanyaan yang sama Anda rasakan? Yang saat ini
sedang bersama, bukankah bisa menjadi tiada. Semuanya akan pergi, pada saatnya.
Cobalah tatap pasangan kita dalam lelapnya. Cobalah sesekali
meratapi gurat wajah penuh kepolosan anak kita dalam nyenyaknya. Pada mereka
ada peluang ibadah yang terbuka lebar. Ibadah diatas ibadah. Teringat akan
pesan mulia dari lisan sebaik manusia, “Ada dinar yang kamu infakkan di jalan
Allah, dinar yang kamu infakkan untuk memerdekakan budak dan dinar yang kamu
sedekahkan kepada orang miskin. Namun dinar yang kamu keluarkan untuk
keluargamu (anak-isteri) lebih besar pahalanya.” (HR. Muslim). Terenyuh, bila
kita menjadikan Rasul sebagai tauladan, “Sebaik-baik kalian adalah (suami) yang
paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap
keluargaku.” (HR. Tirmidzi).
Saat menatap mereka, cobalah kemudian mendekat. Usaplah
wajah-wajah itu. Isterimu yang tetap setia menemani hari-harimu. Anak-anak
dengan semua kepolosan mereka. Lanjutkan dengan muhasabah diri. Sudahkah diri
ini menjadi imam terbaik untuk mereka? Bagaimana pertanggungjawabanku kelak di
mahkamah-Nya? Adakah kami akan bersama di kehidupan berikutnya, di surga-Nya?
Tidakkah muncul rasa risau ketika tahu bahwa nanti suami
bisa menjadi musuh bagi isteri. Isteri menjadi musuh bagi suami. Orangtua
menjadi musuh bagi anak-anaknya?
Maka berdoalah dengan doa yang dituntukan, “Ya Tuhan kami,
anugerahkanlah kepada kami dari pasangan dan keturunan kami sebagai penyejuk
hati, dan jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”
(QS. Al-Furqan: 74).
Meng-azamkan dalam hati, menjadi pribadi terbaik dari hari
ke hari. Bertakwa, dekat dengan Sang Pencipta. Harapnya, ketakwaan itu pun
menular kepada mereka, orang-orang terkasih. Tidakkah janji ini menjadi
menarik, “Dan orang-orang yang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti
mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami
tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat
dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. Al-Thur: 21)
Maka cukuplah menjadi pengingat, pesan Fauzhil Adhim dalam
goresannya, supaya bersama tidak hanya didunia, tapi juga bersama ke surga-Nya,
“cintailah anakmu untuk selamanya! Bukan hanya untuk hidupnya di dunia. Cintai
mereka sepenuh hati untuk suatu masa ketika tak ada sedikitpun pertolongan yang
dapat kita harap kecuali pertolongan Allah Ta’ala. Cintai mereka dengan penuh
pengharapan agar tak sekedar bersama saat dunia, lebih dari itu dapat berkumpul
bersama di surga. Cintai mereka seraya berusaha mengantarkan mereka meraih
kejayaan, bukan hanya untuk karirnya di dunia yang sesaat. Lebih dari itu untuk
kejayaannya di masa yang jauh lebih panjang, masa yang tak bertepi.”
Semoga menginspirasi dan bermanfaat
Sumber : ummi-online.com