Bagikanddakwah – Sahabat dakwah, Kita semua sudah tahu bahwa
shalat berjamaah sangat dianjurkan terutama bagi kaum pria. Namun ada yang
belum memahami mengenai aturan-aturan dalam shalat berjamaah. Ada yang hanya
memahami ilmu turun-temurun, padahal sebagai umat islam kita harus bertambah
baik dari sebelumnya.
Berikut ini akan dijelaskan lima kesalahan yang sering
ditemukan terkait shalat berjamaah yang di ambil dari text khutbah jum’at.
Pertama adalah
kurang perhatian dengan shalat berjamaah, dikira shalat berjamaah bagi pria
tidaklah wajib.
Cukup yang jadi dalil wajibnya shalat berjamaah adalah
perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada seorang yang buta.
‘Abdullah Ibnu Ummi Maktum berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ الْمَدِينَةَ كَثِيرَةُ الْهَوَامِّ وَالسِّبَاعِ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- أَتَسْمَعُ حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ فَحَىَّ هَلاَ
“Wahai Rasulullah, di Madinah banyak sekali tanaman dan
binatang buas. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kamu
mendengar seruan adzan hayya ‘alash sholah, hayya ‘alal falah? Jika iya,
penuhilah seruan adzan tersebut.” (HR. Abu Daud, no. 553 dan An-Nasa’i, no.
852. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Ibnul Mundzir rahimahullah berkata, “Jika seorang buta
tidaklah diberi keringanan, ia tetap disuruh shalat berjamaah oleh Rasul
shallallahu ‘alaihi wa sallam, bagaimanakah dengan yang diberi karunia
penglihatan?” (Lihat Ash-Shalah wa Hukmu Tarikiha, hlm. 108)
Ingat juga apa yang telah dikatakan oleh Imam Syafi’i
rahimahullah,
وَأَمَّا الجَمَاعَةُ فَلاَ اُرَخِّصُ فِي تَرْكِهَا إِلاَّ مِنْ عُذْرٍ
“Adapun shalat jama’ah, aku tidaklah memberi keringanan bagi
seorang pun untuk meninggalkannya kecuali bila ada udzur.” (Lihat Ash-Shalah wa
Hukmu Tarikiha, hlm. 107)
Kedua, baru
masuk masjid kalau sudah dikumandangkan iqamah. Awalnya sudah hadir, namun
masih nongkrong di luar masjid. Kalau sudah iqamah kadang yang belum berwudhu,
akhirnya terburu-buru untuk berwudhu.
Ingatlah kalau kita datang duluan di masjid lalu selalu
bertakbir pertama (takbiratul ihram) bersama imam, maka akan dapat keutamaan
yang besar yaitu terbebas dari api neraka dan terbebas dari sifat kemunafikan.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فِى جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيرَةَ الأُولَى كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَتَانِ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَبَرَاءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ
“Siapa yang melaksanakan shalat karena Allah selama empat
puluh hari secara berjamaah, ia tidak luput dari takbiratul ihram bersama imam,
maka ia akan dicatat terbebas dari dua hal yaitu terbebas dari siksa neraka dan
terbebas dari kemunafikan.” (HR. Tirmidzi, no. 241. Syaikh Al-Albani menyatakan
bahwa hadits ini hasan dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 2652)
Adapun yang biasanya cepat-cepat berwudhu ketika sudah
berkumandang iqamah, hati-hati akan terkena ancaman sebagaimana disebutkan
dalam hadits berikut dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata,
“Kami pernah kembali bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dari Makkah menuju Madinah hingga sampai di air di tengah jalan,
sebagian orang tergesa-gesa untuk shalat ‘Ashar, lalu mereka berwudhu dalam keadaan terburu-buru.
Kami pun sampai pada mereka dan melihat air tidak menyentuh tumit mereka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda,
وَيْلٌ لِلأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ أَسْبِغُوا الْوُضُوءَ
“Celakalah tumit-tumit dari api neraka. Sempurnakanlah wudhu
kalian.” (HR. Muslim, no. 241).
Ketiga, enggan
shalat tahiyatul masjid, langsung duduk. Juga seringnya yang telat datang
Jumatan langsung duduk ketika imam sedang berkhutbah tanpa mau mengerjakan
shalat tahiyatul masjid dahulu.
Coba perhatikan hadits berikut,
“Dari Jabir bin ‘Abdullah, ia berkata, Sulaik Al-Ghathafani
datang pada hari Jum’at dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang
berkhutbah, lantas Sulaik masuk masjid lalu langsung duduk.” Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah-tengah khutbah berkata padanya,
يَا سُلَيْكُ قُمْ فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَتَجَوَّزْ فِيهِمَا – ثُمَّ قَالَ – إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَلْيَتَجَوَّزْ فِيهِمَا
“Wahai Sulaik, berdirilah, lakukanlah shalat dua raka’at.
Kerjakanlah sekedar yang wajib saja dalam dua raka’at tersebut. Kemudian ia
berkata, “Jika salah seorang di antara kalian datang pada hari Jum’at dan imam
sedang berkhutbah, maka lakukanlah shalat dua raka’at. Namun cukupkanlah dengan
yang wajib saja (ringkaslah, pen-).” (HR. Muslim, no. 875)
Keempat, lebih
cepat gerakannya dari imam dalam shalat berjamaah.
Coba perhatikan hadits yang menunjukkan larangan keras bagi
orang yang mendahului imam.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
أَمَا يَخْشَى الَّذِى يَرْفَعُ رَأْسَهُ قَبْلَ الإِمَامِ أَنْ يُحَوِّلَ اللَّهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ
“Tidakkah orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam akan
Allah rubah kepalanya menjadi kepala himar (keledai).” (HR. Muslim, no. 427)
Kata Imam Ibnul ‘Imad Al-Aqfahsi Asy-Syafi’i rahimahullah
dalam Al-Qaul At-Taam fii Ahkam Al-Ma’mum wa Al-Imam (hlm. 38), makna hadits
tersebut adalah Allah merubah kepala orang yang mendahului imam itu dengan
kepala keledai, badannya tetap badan manusia. Makna lainnya kata beliau pula,
bisa jadi seluruh tubuhnya jadi keledai. Hal ini nyata bisa terjadi perubahan
bentuk -moga Allah menyelamatkan kita darinya-. Perubahan rupa seperti ini bisa
terjadi hanya karena lantaran sangat-sangat murka. Sebagaimana dalam ayat lain
juga disebutkan,
قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ
“Katakanlah: “Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang
orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu disisi
Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka
(ada) yang dijadikan kera dan babi.” (QS. Al-Maidah: 60)
Ada hal kelima yang sering kita temukan pula kesalahannya,
yaitu enggan meluruskan dan merapatkan shaf shalat.
Pertama,
perintah meluruskan shaf shalat dapat dilihat dalam hadits dari An-Nu’man bin
Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
لَتُسَوُّنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ وُجُوهِكُمْ
“Hendaknya kalian meluruskan shaf kalian atau tidak Allah
akan membuat wajah kalian berselisih.” (HR. Bukhari, no. 717 dan Muslim, no.
436).
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Tidak lurusnya shaf akan
menimbulkan permusuhan dan kebencian, serta membuat hati kalian berselisih.”
(Syarh Shahih Muslim, 4: 157)
Adapun mengenai cara merapatkan shaf disebutkan dalam hadits
Anas berikut.
عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ فَإِنِّى أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِى » . وَكَانَ أَحَدُنَا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ
“Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, beliau bersabda, ”Luruskanlah shaf kalian, aku melihat kalian dari
belakang punggungku.” Lantas salah seorang di antara kami melekatkan pundaknya
pada pundak temannya, lalu kakinya pada kaki temannya.” (HR. Bukhari, no. 725).
Apa keutamaan merapatkan shaf?
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَدَّ فُرْجَةً بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي الجَنَّةِ وَرَفَعَهُ بِهَا دَرَجَةً
“Barang siapa yang menutupi suatu celah (dalam shaf),
niscaya Allah akan mengangkat derajatnya karena hal tersebut dan akan
dibangunkan untuknya sebuah rumah di dalam surga.” (HR. Al-Muhamili dalam
Al-Amali, 2: 36. Disebutkan dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 1892)
Merapatkan shaf juga akan membuat setan tidak menempati
celah yang kosong. Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam ketika merapatkan shaf, beliau mengatakan,
وَسُدُّوا الْخَلَلَ؛ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ فِيمَا بَيْنَكُمْ بِمَنْزِلَةِ الْحَذَفِ
“Tutup setiap celah shaf, karena setan masuk di antara shaf
kalian seperti anak domba.” (HR. Ahmad, 5: 262. Kata Syaikh Syu’aib Al-Arnauth
hadits ini shahih lighairihi).
Kesimpulan kita ada lima kesalahan terkait shalat berjamaah
yang sudah dibahas, maka seharusnya yang dilakukan:
Shalat berjamaah itu wajib sehingga berusaha untuk terus
menjaganya.
Jangan sampai telat dari takbiratul ihram bersama imam,
termasuk pula jangan cepat-cepat dalam berwudhu.
Hendaklah tetap memperhatikan shalat tahiyatul masjid setiap
kali masuk masjid, jangan sampai menganggap remeh.
Jangan sampai mendahului imam dalam shalat berjamaah.
Menjaga lurus dan rapatnya shaf dalam shalat berjamaah.
Moga Allah subhanahu wa ta’ala membetulkan ibadah-ibadah
kita dengan terus diberi taufik dalam ilmu, serta moga ibadah-ibadah kita
diterima di sisi-Nya.
Semoga bermanfaat dan bisa menambah pengetahuan anda
sehingga shalat berjamaah anda pun jadi lebih sempurna.
Sumber : by Muhammad Abduh Tuasikal