Bagikandakwah – Sahabat dakwah, Ikan lele adalah salah satu
hewan air tawar, dan setiap hewan air adalah halal untuk dimakan, berdasarkan firman
Allah Ta’ala:
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَّكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ. المائدة 96
“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang
berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang
dalam perjalanan.” (Qs. Al Maidah: 96)
Para ulama’ menjelaskan bahwa maksud dari makanan laut ialah hewan laut yang mati dengan sendirinya, sehingga mengapung atau terhempas ke pantai.
Sebagaimana mereka juga menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan laut ialah bukan hanya laut yang dipahami oleh banyak orang. Sebutan
laut dalam Al Qur’an mencakup sungai, rawa dan yang serupa dengannya. Hal ini
nampak dengan jelas pada firman Allah Ta’ala berikut:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan
karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar).” (Qs. Ar-Rum: 41)
Pada suatu hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya
tentang hukum air laut, maka beliau menjawab pertanyaan sahabatnya ini dengan
bersabda:
هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
“Laut adalah suci airnya dan halal bangkainya.” (Riwayat Abu
Dawud, At Tirmizy dan lainnya)
Bila demikian adanya, maka tidak ada alasan untuk
mempermasalahkan kehalalan ikan lele atau yang serupa. Hanya tradisi sebagian
masyarakat yang membudi dayakan ikan lele yang kurang baiklah yang layak
dipermasalahkan.
Banyak dari masyarakat kita bila membuat kolam untuk membudi
dayakan ikan, mereka menghubungkan kolamnya dengan septik tank miliknya. Dengan
demikian, tidaklah ada orang yang buang hajat, melainkan akan masuk ke dalam kolam
ikannya dan dimakan oleh ikan-ikan piaraannya.
Permasalahan ini menjadi parah bila ternyata mayoritas
makanan ikan piaraannya ini adalah kotoran yang mengalir dari septik tank ini.
Mengutip situs pengusahamuslim.com, hal ini menyebabkan ikan
tersebut dikatagorikan sebagai hewan jallalah, yaitu hewan yang mayoritas
makanannya adalah barang-barang najis. Ketentuan ini berlaku, bukan hanya pada
ikan, akan tetapi pada seluruh jenis hewan ternak.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَكْلِ الْجَلاَّلَةِ وَأَلْبَانِهَا. رواه الترمذي وابن ماجة وغيرهما
“Dari sahabat Ibnu Umar, ia menuturkan: Rasulullah melarang
umatnya dari memakan daging hewan jallalah dan meminum air susunya.” (Riwayat
At-Tirmizy dan Ibnu Majah)
Berdasarkan hadits ini, para ulama’ terutama para penganut
mazhab As-Syafii dan Hambali melarang kita untuk memakan daging atau minum,
bahkan mengendarai hewan yang demikian ini halnya. Dan sebagian dari mereka
dengan tegas menyatakan bahwa larangan ini bermaknakan haram.
Apabila kita tinjau dari larangan yang termaktub pada hadits
di atas, maka pendapat yang mengharamkan inilah yang lebih benar.
Menurut ulama’ ahli ilmu ushul fiqih: Pada asalnya, setiap
larangan itu bermakanakan haram, kecuali bila ada dalil lain yang
memalingkannya dari haram menjadi makruh atau mubah.
Solusinya yakni apabila anda telah terlanjur memiliki hewan
jallalah, maka sebelum mengkonsumsi dagingnya atau air susunya, hendaknya
terlebih dahulu hewan tersebut dikarantina dalam waktu tertentu.
Menurut sebagian ulama’ minimal 3 hari. Akan tetapi menurut
Ibnu Hajar Al-Asqalani, pendapat yang paling kuat ialah pendapat yang
mengaitkan hukum karantina dengan keadaan daging dan susunya.
Bila aroma, warna dan rasa pakan najis telah sirna dari
hewan ternak, baik itu setelah dikarantina 3 hari atau kurang darinya, maka
telah halal, untuk dikonsumsi.
Akan tetapi walaupun telah dikarantina 3 hari, akan tetapi
aroma, rasa atau warna najis masih melekat pada hewan itu, maka karantina harus
diteruskan hingga tanda-tanda najis benar-benar hilang darinya.
singkat kata dari wacana diatas: Jika ikan lele dibudi daya
dengan cara-cara yang baik, tidak diberi pakan najis, maka halal, dan bila
dibudidaya dengan pakan najis, maka sebelum dikonsumsi atau dipasarkan, wajib
dikarantina dengan diberi pakan yang bersih tidak najis hingga pengaruh pakan
najis benar-benar bersih darinya.
Wallahu A’lam
Semoga bermanfaat dan bisa menambah pengetahuan anda