Bagikandakwah - Sahabat Dakwah, Mungkin Indonesia
disebut-sebut sebagai negeri tanpa ayah (fatherless country), ayah ada tapi
seperti tiada.
Anggapan bahwa masalah pengasuhan hanya ranah ibu, sementara
bekerja dan mencari nafkah adalah ranah ayah, mengakibatkan banyak anak
mengalami ketiadaan peran ayah. Ayah sibuk dengan pekerjaan, hingga merasa tak
punya waktu untuk berinteraksi dengan anak. Di sisi lain, dalam kultur daerah
tertentu di Indonesia, ayah mengasuh anak masih dianggap tabu dan merendahkan
kehormatan sang ayah.
Padahal, jika diibaratkan burung yang memiliki dua sayap,
anak membutuhkan keduanya untuk terbang tinggi ke angkasa. Kedua sayap itu
adalah ayah dan ibunya, yang semestinya dapat mengantarkan jiwa dan raga sang
anak tumbuh optimal menjadi generasi unggulan harapan bangsa.
Sama
Pentingnya
Naomi Soetikno, M.Pd, Psikolog, praktisi sekaligus konsultan
psikologi klinis dan pendidikan, menjelaskan, peran ayah dalam pengasuhan anak
(fathering) sama pentingnya dengan peran ibu. Lebih lanjut Naomi menyebutkan,
banyak riset menunjukkan bahwa dengan adanya ayah yang turut berperan serta dan
aktif dalam pengasuhan anak akan memberikan keuntungan besar bagi perkembangan anak.
Seperti disebutkan dalam riset yang dilakukan Michael Lamb,
psikolog dari University of Cambridge, Inggris, yang telah melakukan banyak
penelitian mengenai peran ayah bagi anak. Ia mengatakan, ayah berperan dalam membantu perkembangan
kemampuan sosial-emosional, kognitif, bahasa, dan motorik anak.
“Pada balita usia 0-2 tahun, bermain bersama ayah akan
membantu perkembangan sensor motorik mereka. Sedangkan pada balita usia 2-5
tahun akan membantu perkembangan logika mereka. Anak yang banyak bermain bersama ayahnya,
logika dalam berpikir akan lebih jalan dan lebih mudah bersosialisasi. Sedangkan
anak yang lebih dekat dengan ibunya akan menjadi anak yang lebih hangat
disebabkan sifat ibu yang lebih ‘ngemong’. Tentunya akan sangat baik jika anak
dekat secara emosional dengan kedua orang tuanya," jelas dosen Fakultas
Psikologi Universitas Tarumanagara, Jakarta, ini.
Penentu
Masa Depan
Berlanjut sampai menginjak usia remaja menuju dewasa, urai
Naomi, anak yang kerap berdiskusi dengan ayahnya mengenai persoalan-persoalan
atau informasi yang ditemui sehari-hari akan memiliki keterampilan penyelesaian
masalah yang lebih baik. “Mereka unggul pada fungsi kognitif dalam hal
pemecahan masalah, orientasi masa depan yang lebih konkret, aktif bersekolah,
prestasi ekonomi yang lebih baik, santun bersikap terhadap orangtua dan orang
lain, kemampuan bersosialisasi yang baik, kurangnya perilaku bermasalah, dan
anak menjadi lebih sehat mental,” tambahnya.
Ayah menjadi role-model mengenai figur laki-laki, sehingga
akan memengaruhi konsep diri sang anak. “Remaja putra yang memiliki ayah yang
berperan aktif dalam pengasuhan akan meniru perilaku ayahnya dalam berinteraksi
di lingkungan sosial maupun terhadap lawan jenisnya. Untuk remaja putri yang
memiliki ayah yang berperan aktif dalam pengasuhan, maka ayah sebagai model
saat remaja putri mencari teman lawan jenisnya," ungkap Naomi.
Namun, jika ayah tidak hadir dalam pengasuhan, Naomi
menyebutkan, akan terjadi ketimpangan dalam perkembangan anak. Efek lebih
lanjutnya adalah kenakalan remaja, kecanduan pornografi, narkoba, pergaulan
bebas, dan penyimpangan lainnya.
"Anak akan kehilangan role-model, sumber pelindung,
sumber pemberi aturan, dan disiplin. Hal ini berdampak pada pola berpikir untuk
memecahkan masalah dengan cara-cara yang kurang logis, serta banyak dipengaruhi
emosi yang tidak stabil dalam interaksi di lingkungan sosialnya," papar
Naomi.
Bentuk
Peran Ayah
Lalu, seperti apa bentuk peran pengasuhan yang bisa
dilakukan oleh seorang ayah? Dari teori mengenai keterlibatan ayah dalam
pengasuhan oleh Lamb, Naomi menjelaskan, ada tiga unsur dalam bentuk peran
ayah, yaitu:
1. Interaksi
Mencakup interaksi bermain, yakni ayah dan anak secara aktif
bermain bersama, dengan tujuan memberikan kesenangan pada anak; interaksi
fungsional, ayah merawat anak dalam hal yang tidak dapat dilakukan oleh anak sendiri,
seperti berpakaian, menjaga kesehatan/kebersihan, ataupun menyuapi makan;
interaksi paralel, yaitu interaksi ayah dan ibu dalam melakukan kegiatan
merawat anak bersama; interaksi transisi, yakni aktivitas ayah membimbing anak
melakukan kegiatan satu ke yang lainnya. Misal, mengingatkan waktu untuk tidur,
waktu untuk berangkat/pulang dari sekolah.
2. Akses
Ayah secara fisik dan psikologis mudah diakses atau siap
hadir untuk anak. “Jika sedang sibuk dan ayah tak bisa selalu hadir secara
fisik, setidaknya jiwa ayah harus selalu hadir dalam diri anak. Sediakan akses
untuk anak dengan tetap menjalin komunikasi yang baik meski sedang berjauhan.
Kalau anak sedang rindu ayahnya, mungkin bisa ditelepon, atau sambil digendong
mamanya bisa video call," jelas Naomi.
3. Tanggung jawab
Di antara bentuk tanggung jawab ayah dalam pengasuhan, yakni
tanggung jawab akan pengawasan kesehatan anak, kesepakatan dalam menjaga
anak/baby sitting, berbelanja keperluan anak, penjadwalan dan pelaksanaan untuk
check-up ke dokter jika anak sakit, dan lainnya.
Nah, sahabat dakwah bagaimana ? masihkah anda sebagai ayah
memperhatikan hal diatas ?