Bagikandakwah – Sahabat dakwah, Dalam kehidupan ini,
terkadang seorang hamba didera berbagai derita. Tak jarang hatinya dilanda
beragam perasaan yang mengusik hati, menyiksa jiwa dan membuat hidupnya menjadi
keruh dan sempit. Sehingga dalam masa kini kita sebut sebagai “ Galau “
Sahabat dakwah, Ada 3 jenis perasaan yang mengganggu jiwa seorang manusia:
Huzn (kesedihan terhadap apa yang terjadi di masa lalu)
Hamm (keresahan lantaran kekhawatiran akan masa depan)
Ghamm(perasaan gundah saat menghadapi kenyataan yang sulit
yang tengah dihadapi sekarang).
Tiga perasaan ini tak bisa lenyap dari jiwa seseorang
kecuali melalui ketulusan penuh untuk kembali kepada Allah, kesempurnaan
perasaan hina di hadapan-Nya, kerendahan hati kepada-Nya, ketundukan dan
kepasrahan terhadap perintah-Nya, percaya akan ketentuan-Nya, mengenal-Nya dan mengenal
nama-nama dan sifat-sifat-Nya, percaya kepada kitab-Nya, selalu membaca dan
merenungi serta mengamalkan segala kandungannya.
Dengan itu semua -bukan dengan yang lain – segala kekacauan
hati itu akan sirna, dada menjadi lapang, dan kebahagiaan pun akan datang.
Dalam Musnad Ahmad dan Shahih Ibni Hibban serta lainnya,
‘Abdullah bun Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi bersabda,
“Tidaklah seorang hamba mengucapkan doa berikut (ini)
tatkala ia didera keresahan atau kesedihan melainkan Allah pasti akan
menghilangkan keresahannya dan akan menggantikan kesedihannya dengan
kegembiraan. Para Sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, sudah seharusnya kami
mempelajari doa tersebut. Rasulullah menjawab, “Benar. Sudah seharusnya orang
yang mendengarnya mau mempelajarinya”.
Doa
yang dimaksud berbunyi:
Ya Allah, sungguh aku ini adalah hamba-Mu, anak dari
hamba-Mu, anak dari hamba perempuan-Mu, ubun-ubunku ada di tangan-Mu,
ketentuan-Mu berlaku pada diriku, keputusan-Mu adil terhadapku, Aku memohon
kepada-Mu dengan semua nama yang merupakan milik-Mu, nama yang engkau lekatkan
sendiri untuk menamai diri-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seseorang di
antara hamba-Mu, atau yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau yang Engkau
khususkan untuk diri-Mu dalam ilmu gaib di sisi-Mu, agar engkau menjadikan
al-Qur’an sebagai penyejuk hatiku, cahaya dadaku, penghilang kesedihanku dan
pelenyap keresahanku.
Sudah selayaknya seorang Muslim mempelajari dan berupaya
kuat untuk mengucapkannya kala ditimpa kesedihan, keresahan maupun kegalauan.
Dan hendaknya ia juga tahu bahwa ungkapan-ungkapan doa
tersebut hanya akan bermanfaat bila ia memahami maknanya, merealisasikan
tujuannya dan mengamalkan kandungannya.
Berdoa dengan doa-doa yang bersumber dari Nabi dan berdzikir
dengan wirid yang disyariatkan tanpa ada pemahaman terhadap maknanya dan tanpa
mengejawantahkan kandungannya, tidak mendatangkan pengaruh baik dan manfaat
yang banyak.
Doa ini memuat empat pilar yang agung. Tak ada cara bagi
seorang hamba untuk menggapai kebahagiaan dan melenyapkan keresahan, kegalauan
dan kesedihan kecuali dengan merealisasikannya.
Pilar
Pertama
Merealisasikan ibadah hanya untuk Allah, merasa hina di
hadapan-Nya, mengaku bahwa dirinya adalah makhluk ciptaan-Nya sekaligus
hamba-Nya, baik dirinya maupun kakek dan nenek moyangnya, mulai dari bapak ibu
kandungnya yang terdekat sampai berpangkal pada Adam dan Hawa.
Semua adalah hamba dari Allah. Dialah yang menciptakan
mereka, Rabb mereka, Penguasa mereka, yang menangani segala urusan mereka.
Di antara bentuk realisasi pengakuan-pengakuan di atas
adalah konsistensi seorang hamba dalam beribadah kepadaNya yang terwujud dalam
rasa keterhinaan dan ketundukannya kepada Allah, melaksanakan titah dan
menjauhi larangan-Nya, selalu merasa butuh kepada-Nya, berlindung kepada-Nya,
meminta pertolongan kepada-Nya, tawakkal kepada-Nya, meminta perlindungan
kepada-Nya, dan agar hati tak bertaut pada selain-Nya, baik dalam hal
kecintaan, rasa takut, maupun pengharapan.
Pilar
Kedua
hendaknya seorang hamba mengimani qadha dan qadar Allah.
Juga meyakini apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi, sedang yang tidak
dikehendaki-Nya tak akan terjadi.
Demikian pula bahwa tidak ada yang sanggup mengintervensi
hukum Allah (merubah ataupun membatalkannya), tak ada pula yang dapat menolak
keputusan-Nya (Lihat QS Fathir/35:2).
Karena itulah, dalam doa tersebut dinyatakan, “Ubun-ubunku
ada ditangan-Mu, ketentuan-Mu berlaku terhadapku, keputusan-Mu terhadapku adil
semata.”
Ubun-ubun seorang hamba, yakni kepada bagian depan, ada di
tangan Allah. Allah memperlakukannya sekehendak-Nya; juga memberi ketentuan
terhadapnya sesuai dengan yang Dia kehendaki.
Tak ada yang bisa mencampuri ketentuan-Nya, tidak ada pula
yang bisa menolak keputusan-Nya, tidak ada pula yang bisa menolak
keputusan-Nya. Maka dari itu, kehidupan seorang hamba, kematiannya,
kematiannya, kebahagiaannya, kesengsaraannya, kesehatannya, cobaan yang ia
terima, semua itu kembali pada Allah, tak ada sama sekali yang menjadi wewenang
hamba.
Bila seorang hamba percaya bahwa ubun-ubunnya dan juga
ubun-ubun semua hamba lainnya ada di tangan Allah, Dia akan memperlakukan
mereka sesuai dengan kehendak-Nya, maka setelah itu ia tidaklah takut kepada
sesama hamba, tidak menaruh harap pada mereka, tidak memposisikan mereka
sebagai pemilik dirinya, tidak menggantungkan asa dan harapannya pada mereka.
Ketika itu, barulah tauhid, tawakkal dan penghambaannya kepada Alllah
benar-benar terwujud. (Lihat surat Hud 11:56)
Ungkapan dalam doa “ketentuan-Mu berlaku atas diriku” ini
mencakup dua ketentuan; ketentuan dalam agama dan ketentuan dalam agama dan
ketentuan takdir berkenaan dengan semesta. Dua ketentuan ini akan berlaku pada
diri hamba, ia terima ataupun tolak.
Hanya saja ketentuan takdir tidak mungkin untuk dilawan.
Sedangkan ketentuan agama terkadang dilanggar oleh seorang hamba dan ia
terancam mendapatkan hukuman siksa sesuai dengan pelanggaran yang ia lakukan.
Ungkapan “keputusan-Mu terhadapku adil semata”, ini mencakup
semua keputusan Allah terhadap hamba-Nya dari segala sisi, baik sehat atau
sakit, kaya atau miskin, rasa nikmat atau rasa nyeri, hidup atau mati, mendapat
siksa atau mendapat ampun; semua yang Allah putuskan terhadap hamba itu adalah
adil semata.
Pilar
Ketiga
Adalah hendaknya seorang hamba mempercayai nama-nama Allah
yang indah (asmaul husna) dan sifat-sifat-Nya yang agung yang terdapat dalam
al-Qur’an dan Sunnah; bertawassul kepada Allah dengan nama dan sifat-Nya. Ini
sebagaimana firman Allah, Hanya milik Allah asmaul husna, maka bermohonlah
kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu (Qs al-Araf/7:180)
Semakin kuat seorang hamba mengenal Allah, nama dan
sifat-Nya, maka ia akan semakin takut kepada Allah, semakin besar merasakan
pengawasan-Nya terhadap dirinya dan akan semakin jauh dari kemaksiatan dan
hal-hal yang Allah murkai.
Karena itulah, hal terbesar yang dapat mengusir rasa resah,
sedih dan gelisah adalah kala hamba mengenal Rabbnya, memenuhi hatinya dengan
pengetahuan tentang Allah dan bertawassul kepada-Nya dengan nama dan sifat-Nya.
Karena itulah dalam doa tersebut dinyatakan,
Aku memohon kepada-Mu dengan segenap nama milik-Mu yang
Engkau sandangkan pada diri-Mu, atau yang Engkau turunkan di kitab-Mu, atau
Engkau ajarkan pada seseorang dari sekalian hamba-Mu, atau yang Engkau simpan
sendiri di ilmu gaib yang ada pada sisi-Mu.
Ini
adalah wasilah kepada Allah yang paling Allah cintai.
Pilar
Keempat
Adalah memberikan perhatian pada al-Quranul Karim yang sama
sekali tidak mengandung kebatilan sedikit pun, yang memuat petunjuk,
kesembuhan, kecukupan dan keselamatan.
Semakin besar perhatian seorang hamba pada al-Qur’an, baik
dengan membaca, menghafal, mengkaji dan merenungkannya, mengamalkan, dan
mengejawantahkannya, ia akan menggapai kebahagiaan, ketenangan, kelapangan
dada, hilangnya resah, gelisah dan kesedihan sesuai dengan tingkat perhatiannya
terhadap Kitabullah.
Inilah empat pilar yang agung yang dipetik dari doa yang
penuh berkah ini. Sudah sepantasnya kita menghayatinya dan berupaya untuk
mewujudkannya.
Agar kita bisa menggapai janji mulia dan keutamaan agung ini
berupa sirnanya keresahan yang berganti dengan kebahagiaan dan jalan keluar.
Diangkat dari at-Tabyin li Da’awatil Mardha wal Mushabin karya Syaikh ‘Abdur
Razzaq hlm. 40-45.
Semoga bermanfaat
Sumber: jilbab.or.id