Bagikandakwah – Sahabat dakwah, Ramai diberitakan baik di televise
maupun media social bahwa gerhana bulan parsial (sebagian) akan terlihat di
langit Indonesia pada 7 sampai 8 Agustus 2017 nanti. Penting untuk diketahui
bahwa gerhana bulan terjadi saat sebagian atau keseluruhan penampang bulan
tertutup oleh bayangan bumi. Itu terjadi bila bumi berada di antara matahari
dan bulan pada satu garis lurus yang sama, sehingga sinar Matahari tidak dapat
mencapai bulan karena terhalangi oleh bumi.
Lantas, sebagai seorang muslim, amalan-amalan apa sajakah
yang harus dilakukan ketika gerhana terjadi? Berikut Ustadz Muhammad Abduh
Tuasikal memaparkan perihal amalan-amalan yang bisa dilakukan oleh kaum
muslimin saat terjadi gerhana.
Pertama: perbanyaklah dzikir, istighfar, takbir, sedekah dan
bentuk ketaatan lainnya.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara
tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian
seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah
kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari
no. 1044)
Kedua: keluar mengerjakan shalat gerhana secara berjama’ah di
masjid.
Salah satu dalil yang menunjukkan hal ini sebagaimana dalam
hadits dari ’Aisyah bahwasanya Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengendari
kendaraan di pagi hari lalu terjadilah gerhana. Lalu Nabi shallallahu ’alaihi
wa sallam melewati kamar istrinya (yang dekat dengan masjid), lalu beliau
berdiri dan menunaikan shalat. (HR. Bukhari no. 1050). Dalam riwayat lain
dikatakan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mendatangi tempat shalatnya
(yaitu masjidnya) yang biasa dia shalat di situ. (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 1:
343)
Ibnu Hajar mengatakan, ”Yang sesuai dengan ajaran Nabi
shallallahu ’alaihi wa sallam adalah mengerjakan shalat gerhana di masjid.
Seandainya tidak demikian, tentu shalat tersebut lebih tepat dilaksanakan di
tanah lapang agar nanti lebih mudah melihat berakhirnya gerhana.” (Fathul Bari,
4: 10)
Apakah mengerjakan dengan jama’ah merupakan syarat shalat
gerhana?
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin mengatakan, ”Shalat
gerhana secara jama’ah bukanlah syarat. Jika seseorang berada di rumah, dia
juga boleh melaksanakan shalat gerhana di rumah. Dalil dari hal ini adalah
sabda Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam,
فَإِذَا رَأَيْتُمْ فَصَلُّوا
“Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka shalatlah”. (HR.
Bukhari no. 1043)
Dalam hadits ini, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam tidak
mengatakan, ”(Jika kalian melihatnya), shalatlah kalian di masjid.” Oleh karena
itu, hal ini menunjukkan bahwa shalat gerhana diperintahkan untuk dikerjakan
walaupun seseorang melakukan shalat tersebut sendirian. Namun, tidak diragukan
lagi bahwa menunaikan shalat tersebut secara berjama’ah tentu saja lebih utama
(afdhol). Bahkan lebih utama jika shalat tersebut dilaksanakan di masjid karena
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengerjakan shalat tersebut di masjid dan
mengajak para sahabat untuk melaksanakannya di masjid. Ingatlah, dengan
banyaknya jama’ah akan lebih menambah kekhusu’an. Dan banyaknya jama’ah juga
adalah sebab terijabahnya (terkabulnya) do’a.” (Syarhul Mumthi’, 2: 430)
Ketiga: wanita juga boleh shalat gerhana bersama kaum pria
Dari Asma` binti Abi Bakr, beliau berkata,
أَتَيْتُ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – زَوْجَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – حِينَ خَسَفَتِ الشَّمْسُ ، فَإِذَا النَّاسُ قِيَامٌ يُصَلُّونَ ، وَإِذَا هِىَ قَائِمَةٌ تُصَلِّى فَقُلْتُ مَا لِلنَّاسِ فَأَشَارَتْ بِيَدِهَا إِلَى السَّمَاءِ ، وَقَالَتْ سُبْحَانَ اللَّهِ . فَقُلْتُ آيَةٌ فَأَشَارَتْ أَىْ نَعَمْ
“Saya mendatangi Aisyah radhiyallahu ‘anha -isteri Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam- ketika terjadi gerhana matahari. Saat itu
manusia tengah menegakkan shalat. Ketika Aisyah turut berdiri untuk melakukan
sholat, saya bertanya: “Kenapa orang-orang ini?” Aisyah mengisyaratkan
tangannya ke langit seraya berkata, “Subhanallah (Maha Suci Allah)”. Saya
bertanya: “Tanda (gerhana)?” Aisyah lalu memberikan isyarat untuk mengatakan
iya.” (HR. Bukhari no. 1053)
Bukhari membawakan hadits ini pada bab:
صَلاَةِ النِّسَاءِ مَعَ الرِّجَالِ فِى الْكُسُوفِ
“Shalat wanita bersama kaum pria ketika terjadi gerhana
matahari.”
Ibnu Hajar mengatakan,
أَشَارَ بِهَذِهِ التَّرْجَمَة إِلَى رَدّ قَوْل مَنْ مَنَعَ ذَلِكَ وَقَالَ : يُصَلِّينَ فُرَادَى
“Judul bab ini adalah sebagai sanggahan untuk orang-orang
yang melarang wanita tidak boleh shalat gerhana bersama kaum pria, mereka hanya
diperbolehkan shalat sendiri.” (Fathul Bari, 4: 6)
Kesimpulannya, wanita boleh ikut serta melakukan shalat
gerhana bersama kaum pria di masjid. Namun, jika ditakutkan keluarnya wanita
tersebut akan membawa fitnah (menggoda kaum pria), maka sebaiknya mereka shalat
sendiri di rumah. (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 1: 345)
Keempat: menyeru jama’ah dengan panggilan ’ash sholatu
jaami’ah’ dan tidak ada adzan maupun iqomah.
Dari ’Aisyah radhiyallahu ’anha, beliau mengatakan,
أنَّ الشَّمس خَسَفَتْ عَلَى عَهْدِ رَسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم، فَبَعَثَ مُنَادياً يُنَادِي: الصلاَةَ جَامِعَة، فَاجتَمَعُوا. وَتَقَدَّمَ فَكَبرَّ وَصلَّى أربَعَ رَكَعَاتٍ في ركعَتَين وَأربعَ سَجَدَاتٍ.
“Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan bahwa pada zaman Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana matahari. Beliau lalu mengutus
seseorang untuk memanggil jama’ah dengan: ‘ASH SHALATU JAMI’AH’ (mari kita
lakukan shalat berjama’ah). Orang-orang lantas berkumpul. Nabi lalu maju dan
bertakbir. Beliau melakukan empat kali ruku’ dan empat kali sujud dalam dua
raka’at.” (HR. Muslim no. 901) . Dalam hadits ini tidak diperintahkan untuk
mengumandangkan adzan dan iqomah. Jadi, adzan dan iqomah tidak ada dalam shalat
gerhana.
Kelima: berkhutbah setelah shalat gerhana
Disunnahkah setelah shalat gerhana untuk berkhutbah,
sebagaimana yang dipilih oleh Imam Asy Syafi’i, Ishaq, dan banyak sahabat
(Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 1: 435). Hal ini berdasarkan hadits:
عَنْ عَائِشةَ رَضي الله عَنْهَا قَالَتْ: خَسَفَتِ الشمسُ عَلَى عَهدِ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم. فَقَامَ فَصَلَّى رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم بالنَّاس فَأطَالَ القِيَام، ثُمَّ رَكَعَ فَأطَالَ الرُّكُوعَ، ثُمَّ قَامَ فَأطَالَ القيَامَ وَهو دُونَ القِيَام الأوَّلِ، ثم رَكَعَ فَأطَالَ الرُّكوعَ وهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأوَّلِ، ثُم سَجَدَ فَأطَالَ السُّجُودَ، ثم فَعَلَ في الركعَةِ الأخْرَى مِثْل مَا فَعَل في الركْعَةِ الأولى، ثُمَّ انصرَفَ وَقَدْ انجَلتِ الشَّمْسُ، فَخَطبَ الناسَ فَحَمِدَ الله وأثنَى عَليهِ ثم قالَ:
” إن الشَّمس و القَمَر آيتانِ مِنْ آيَاتِ الله لاَ تنْخَسِفَانِ لِمَوتِ أحد. وَلاَ لِحَيَاتِهِ. فَإذَا رَأيتمْ ذلك فَادعُوا الله وَكبروا وَصَلُّوا وَتَصَدَّ قوا”.
ثم قال: ” يَا أمةَ مُحمَّد ” : والله مَا مِنْ أحَد أغَْيَرُ مِنَ الله سُبْحَانَهُ من أن يَزْنَي عَبْدُهُ أوْ تَزني أمَتُهُ. يَا أمةَ مُحَمد، وَالله لو تَعْلمُونَ مَا أعلم لضَحكْتُمْ قَليلاً وَلَبَكَيتم كثِيراً “.
Dari Aisyah, beliau menuturkan bahwa gerhana matahari pernah
terjadi pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dan mengimami manusia dan beliau
memanjangkan berdiri. Kemuadian beliau ruku’ dan memperpanjang ruku’nya.
Kemudian beliau berdiri lagi dan memperpanjang berdiri tersebut namun lebih
singkat dari berdiri yang sebelumnya. Kemudian beliau ruku’ kembali dan
memperpanjang ruku’ tersebut namun lebih singkat dari ruku’ yang sebelumnya.
Kemudian beliau sujud dan memperpanjang sujud tersebut. Pada raka’at
berikutnya, beliau mengerjakannya seperti raka’at pertama. Lantas beliau
beranjak (usai mengerjakan shalat tadi), sedangkan matahari telah nampak.
Setelah itu beliau berkhotbah di hadapan orang banyak,
beliau memuji dan menyanjung Allah, kemudian bersabda,
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara
tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian
seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah
kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.”
Nabi selanjutnya bersabda,
“Wahai umat Muhammad, demi Allah, tidak ada seorang pun yang
lebih cemburu daripada Allah karena ada seorang hamba baik laki-laki maupun
perempuan yang berzina. Wahai Umat Muhammad, demi Allah, jika kalian mengetahui
yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.”
(HR. Bukhari, no. 1044)
Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat dan bisa diamalkan
Sumber : hijaz.id