Bagikandakwah – Sungguh miris, Makam Ulama di Banda Aceh
Jadi Tempat Pembuangan Limbah, Pembangunan proyek Instalasi pengolahan limbah
(IPAL) di kawasan tempat pembuangan akhir (TPA) antara gampong Pande dan
Gampong Jawa, Banda Aceh dikritisi sejumlah pihak.
Sebelumnya proyek IPAL itu dikritisi kalangan legislatif,
mulai Anggota DPRK Banda Aceh hingga anggota DPR RI. Kini kalangan sejarawan
juga menyayangkan proyek tersebut.
Sebab lokasi pengerjaan proyek IPAL itu merupakan bekas
kerajaan Islam, sehingga terdapat banyak situs sejarah.
Arkeolog Aceh, Dr Husaini Ibrahim MA yang juga dosen Unsyiah
menyampaikan, jika lokasi dibangunnya IPAL itu terdapat banyak makam ulama
zaman kerajaan, yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Kota Banda Aceh.
Sehingga ia sangat menyayangkan makam yang seharusnya
dilestarikan tapi malah dijadikan lokasi pembuangan limbah. Hal itu disampaikan
Husaini dalam Talkshow Serambi 90,2 FM, Senin (28/8/2017).
Talkshow itu mengangkat Salam Serambi Indonesia hari ini
‘Prestasi Banda Aceh di Tengah Kontroversi’, yang juga menghadirkan narasumber
internel, Redaktur Pelaksana Yarmen Dinamika, serta dipandu oleh Veya Arthega.
Menurutnya, jika melihat peta masa zaman dahulu, maka di
lokasi TPA dan IPAL itu terdapat masjid, makam ulama, benteng, dan kuta atau
perkampungan penduduk.
Diantaranya Kuta Bugis (kampung orang bugis), kuta meugat
(kampung arab), kuta bak me, serta kuta pante cermen yang saat ini berada di
area Pelabuhan Ulee Lheue.
Walaupun banyak makam ulama yang tidak terdekteksi namanya
di lokasi itu. Namun, kata Husaini, salah satunya diyakini sebagai makam ulama
besar di masanya yaitu Syekh Jamaluddin Al Samarkandi.
Sehingga Husaini sangat menyayangkan pembangunan proyek itu
telah menggerus nilai sejarah Aceh, yang seharusnya dapat dilestarikan. Ia
menambahkan, aturannya setiap akan melaksanakan sebuah proyek harus diawali
dengan studi kelayakan. Sehingga jika ditemukan situs sejarah maka harus
diselamatkan.
Selain itu, sebut Husaini, pemerintah juga mempunyai
tanggung jawab untuk melindungi situs sejarah, sebab ada undang-undang tentang
cagar budaya yang mengatur hal itu.
Sumber: tribunnews.com