Bagikandakwah – Sahabat dakwah, Hari Arafah -9 Dzulhijjah yakni
hari yang mulia saat di mana datang pengampunan dosa dan pembebasan diri dari
siksa neraka. Pada hari tersebut disyari’atkan amalan yang mulia yaitu puasa.
Puasa ini disunnahkan bagi yang tidak berhaji.
Puasa Arafah adalah amalan yang disunnahkan bagi orang yang
tidak berhaji. Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
“Puasa Arofah (9 Dzulhijjah)
dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro
(10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162)
Imam Nawawi dalam Al Majmu’ (6: 428) berkata, “Adapun hukum
puasa Arafah menurut Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah: disunnahkan puasa
Arafah bagi yang tidak berwukuf di Arafah.
Adapun orang yang sedang berhaji dan saat itu berada di
Arafah, menurut Imam Syafi’ secara ringkas dan ini juga menurut ulama
Syafi’iyah bahwa disunnahkan bagi mereka untuk tidak berpuasa karena adanya
hadits dari Ummul Fadhl.”
Ibnu Muflih dalam Al Furu’ -yang merupakan kitab Hanabilah-
(3: 108) mengatakan, “Disunnahkan melaksanakan puasa pada 10 hari pertama
Dzulhijjah, lebih-lebih lagi puasa pada hari kesembilan, yaitu hari Arafah.
Demikian disepakati oleh para ulama.”
Adapun orang yang berhaji tidak disunnahkan untuk
melaksanakan puasa Arafah.
عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ بِنْتِ الْحَارِثِ أَنَّ نَاسًا تَمَارَوْا عِنْدَهَا يَوْمَ عَرَفَةَ فِي صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ هُوَ صَائِمٌ وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَيْسَ بِصَائِمٍ فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحِ لَبَنٍ وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى بَعِيرِهِ فَشَرِبَهُ
“Dari Ummul Fadhl binti Al
Harits, bahwa orang-orang berbantahan di dekatnya pada hari Arafah tentang
puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagian mereka mengatakan, ‘Beliau
berpuasa.’ Sebagian lainnya mengatakan, ‘Beliau tidak berpuasa.’ Maka Ummul
Fadhl mengirimkan semangkok susu kepada beliau, ketika beliau sedang berhenti
di atas unta beliau, maka beliau meminumnya.” (HR. Bukhari no. 1988 dan Muslim
no. 1123).
عَنْ مَيْمُونَةَ – رضى الله عنها – أَنَّ النَّاسَ شَكُّوا فِى صِيَامِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمَ عَرَفَةَ ، فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِحِلاَبٍ وَهْوَ وَاقِفٌ فِى الْمَوْقِفِ ، فَشَرِبَ مِنْهُ ، وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ
“Dari Maimunah radhiyallahu
‘anha, ia berkata bahwa orang-orang saling berdebat apakah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari Arafah. Lalu Maimunah mengirimkan pada
beliau satu wadah (berisi susu) dan beliau dalam keadaan berdiri (wukuf), lantas
beliau minum dan orang-orang pun menyaksikannya.” (HR. Bukhari no. 1989 dan
Muslim no. 1124).
Mengenai pengampunan dosa dari puasa Arafah, para ulama
berselisih pendapat. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah dosa kecil.
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan,
“Jika bukan dosa kecil yang
diampuni, moga dosa besar yang diperingan. Jika tidak, moga ditinggikan
derajat.” (Syarh Shahih Muslim, 8: 51)
Sedangkan jika melihat dari penjelasan Ibnu Taimiyah
rahimahullah, bukan hanya dosa kecil yang diampuni, dosa besar bisa terampuni
karena hadits di atas sifatnya umum. (Lihat Majmu’ Al Fatawa, 7: 498-500).
Setelah kita mengetahui hal ini, tinggal yang penting
prakteknya. Juga jika risalah sederhana ini bisa disampaikan pada keluarga dan
saudara kita yang lain, itu lebih baik.
Biar kita dapat pahala, juga dapat pahala karena telah
mengajak orang lain berbuat baik.
“Demi Allah, sungguh satu orang
saja diberi petunjuk (oleh Allah) melalui perantaraanmu, maka itu lebih baik
dari unta merah (harta amat berharga di masa silam, pen).” (Muttafaqun ‘alaih).
“Barangsiapa yang menunjuki
kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang
mengerjakannya” (HR. Muslim).
Semoga Allah beri hidayah pada kita untuk terus beramal
sholih. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin . Semoga bermanfaat
Sumber: rumaysho.com