Bagikandakwah – Sahabat dakwah, Dalam kehidupan rumah
tangga, banyak sekali perkara yang harus diperhatikan baik oleh pihak istri
ataupun suami mengenai hak dan kewajiban antara keduanya. Hal ini sangat
penting supaya tidak terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti misalnya
perselisihan, merasa diperlakukan tidak adil dan lain sebagainya.
Seperti salah satunya dalam hal gaji. Jika Istri mempunyai
hak atas gaji suami, tetapi bagaimana dengan suami? Jika kondisinya pihak istri
bekerja, kemudian suami mengambil gajinya, bagaimana hukumnya? Lalu apa hukum
suami mengambil gaji istri sembunyi-sembunyi bahkan ada yang dengan dipaksa?
Apa benar harta istri itu miliknya, bukan milik suami? Berikut ini penjelasan
dari Ustadz Muhammad Abdullah Tuasikal.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar pada Idul Adha atau Idul Fithri ke
tanah lapang (musholla). Selesai shalat tersebut, beliau lantas memberikan
nasihat kepada hadirin. Beliau memerintahkan mereka untuk bersedekah. Beliau
bersabda, “Wahai sekalian manusia bersedekahlah.” Beliau juga menyampaikan pada
para wanita ketika itu,
يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ ، فَإِنِّى رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ
“Wahai para wanita bersedekahlah
karena aku benar-benar menyaksikan bahwa kalian yang paling banyak menghuni
neraka.”
Para sahabat wanita ketika itu bertanya,
وَبِمَ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
“Kenapa bisa seperti itu wahai
Rasulullah?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan jawaban,
تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ ، مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ
“Kalian banyak melaknat
(mengutuk) dan mengufuri pemberian suami. Aku tidak pernah melihat orang yang
kurang akal dan agamanya yang paling bisa mengalahkan akal lelaki yang kokoh
daripada salah seorang kalian, wahai kaum wanita.”
Kemudian beliau berpaling, ketika beliau sampai di rumah,
datanglah Zainab (Ats-Tsaqafiyah), istri dari Ibnu Mas’ud. Ia meminta izin
untuk bisa bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ada yang berkata
pada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, ini Zainab mau
bertemu.” Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,
أَىُّ الزَّيَانِبِ
“Zainab yang mana?”
Lantas dijawab bahwa Zainab yang dimaksud adalah Zainab,
istri dari Ibnu Mas’ud. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian menjawab,
نَعَمِ ائْذَنُوا لَهَا
“Baik, suruh ia masuk.”
Ketika ia sudah dipersilakan masuk, ia bertanya pada
Rasulullah, “Wahai Nabi Allah, engkau benar-benar telah memerintahkan pada hari
(‘ied) ini untuk bersedekah. Aku sendiri punya perhiasan. Aku ingin bersedekah
dengannya. Namun Ibnu Mas’ud (suamiku) menyatakan bahwa dia dan anaknya lebih
pantas diberi sedekah tersebut olehku.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda,
صَدَقَ ابْنُ مَسْعُودٍ ، زَوْجُكِ وَوَلَدُكِ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتِ بِهِ عَلَيْهِمْ
“Ibnu Mas’ud benar. Suami dan
anakmu lebih berhak diberi sedekah tersebut (dibanding yang lain, pen.).” (HR.
Bukhari, no. 1462; Muslim, no. 79)
Ada faedah penting dari hadits ini yang bisa diambil:
Istri dibolehkan memanfaatkan hartanya sendiri walaupun ia
memiliki suami. Hal ini berbeda dengan pendapat sebagian ulama yang menyatakan
bahwa istri mesti meminta izin suami ketika ingin memanfaatkan atau
membelanjakan hartanya. Hadits ini menunjukkan bolehnya wanita memanfaatkan
hartanya sekehendaknya.
Jika suami mengambil gaji istri tanpa izin atau dengan cara
memaksa, maka termasuk dalam tindakan zalim. Suami tidak halal mengambil gaji
istrinya di mana istrinya mendapatkan gaji karena sebagai guru di sekolah atau
punya pekerjaan khusus bagi wanita di sekolah. Ada suami yang bertindak
mengambil gaji istri dengan paksa baik diambil seluruhnya atau sebagian
besarnya. Padahal tidak halal bagi suami mengambil harta tersebut selamanya dan
yang ia ambil dihukumi haram. Hanya dibolehkan untuk diambil atas keridhaan
istri. Tidak boleh suami memaksanya sampai mengancam dengan kalimat talak jika
tidak diberi.
Dua faedah ini, penulis peroleh dari penjelasan Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah dalam Fath Dzi Al-Jalal wa
Al-Ikram, 6:263-264.
Kesimpulan lainnya yang bisa dipetik dari hadits adalah
harta istri seperti gaji karena ia bekerja misal sebagai guru, itu adalah
miliknya, bukan milik suami. Wallahu a’lam
Semoga bermanfaat
Sumber : hijaz.id