Bagikandakwah - Ketika seorang wanita mengalami haid, tanda
sucinya adalah berhentinya darah. Baik darah haidnya sedikit maupun banyak.
Mayoritas ulama berpendapat masa haid minimal adalah sehari-semalam dan
maksimal 15 hari. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berpendapat bahwa
tidak ada batasan minimal maupun maksimal untuk masa haid, namun jika muncul
darah yang ciri khasnya seperti yang diketahui (sebagai darah haid) maka itulah
masa haid, baik sedikit maupun banyak.
Beliau mengatakan, “Allah mengaitkan banyak hukum yang
berlaku ketika haid. Dan Allah tidak memberikan batasan. Baik batasan minimal
dan maksimal. Tidak pula batas hari suci antara dua masa haid. Padahal itu
menyeluruh di masyarakat dan mereka butuh penjelasan batasan itu”. Beliau
melanjutkan, “Di antara ulama, ada yang menetapkan batas masa haid maksimal dan
minimal. Namun mereka berbeda pendapat tentang berapa rincian batas tersebut.
Ada pula ulama yang memberi batas maksimal masa haid, namun tidak memberi batas
minimal masa haid. Ulama lain berpendapat – dan inilah pendapat yang benar –
bahwa tidak ada batas minimal dan tidak ada batas maksimal masa haid.” (Majmu’
Fatawa, 19:237)
Inilah Perbedaan
Darah Haid dengan Darah Istihadhah
Selanjutnya yang perlu diketahui adalah bahwa ada darah yang
mirip dengan haid padahal bukan, yang disebut sebagai darah istihadhah. Cirinya
berbeda dengan darah haid. Hukumnya pun berbeda dengan darah haid. Darah
istihadhah bisa dibedakan dengan darah haid melalui empat hal:
- Warna: darah haid berwarna merah gelap, sedangkan darah istihadhah berwarna merah segar (merah darah). Kekentalan: darah haid lebih kental, sedangkan darah istihadhah lebih encer.
- Bau: darah haid berbau amis, sedangkan darah istihadhah tidak amis karena dia adalah darah yang mengalir di pembuluh darah.
- Kering/tidak: Darah haid tidak mengering jika telah keluar, sedangkan darah istihadhah akan mengering karena dia adalah darah dari pembuluh.
- Jika seorang wanita mengalami haid, dia tidak boleh shalat. Akan tetapi, bila dia mengalami istihadhah, dia tetap wajib shalat; dia cukup membersihkan darah istihadhah tersebut (misalnya mengganti pembalut atau pakaian yang terkena darah istihadhah, pen.) dan berwudhu setiap hendak shalat, jika darah istihadhah tersebut tetap keluar ketika waktu shalat berikutnya tiba. Meskipun darah tersebut keluar selama mengerjakan shalat, tidaklah membatalkannya.
Pada dasarnya setiap darah yang keluar dari farji adalah
darah haid kecuali bila darah yang keluar terus menerus hampir selama satu
bulan penuh — dan ini adalah penadapat Syaikhul Islam. Atau darah yang keluar
lebih dari 15 hari — dan ini adalah pendapat jumhur ulama. Maka tatkala itu
disebut sebagai istihadhah.
Ketahuilah
Ciri-ciri Berhentinya Darah Haid
Wanita bisa mengenali berhentinya haid melalui salah satu di
antara dua cara. Pertama, telah keluar cairan putih, yaitu cairan berwarna
putih yang keluar dari rahim sebagai tanda telah selesainya masa haid (darah
haid telah berhenti). Yang kedua adalah keringnya kemaluan farji (sama sekali
tidak ada lagi darah yang keluar). Tanda ini bisa digunakan bila wanita
tersebut tidak memiliki kebiasaan keluar cairan putih.
Contoh caranya, dia meletakkan kapas pada farjinya. Jika
kapas itu tetap bersih, artinya dia telah suci. Dengan demikian, dia wajib
mandi suci dan mengerjakan shalat (ketika waktu shalat fardhu tiba). Namun jika
di kapas ada bekas merah, kuning (keruh), atau coklat, maka janganlah dia
shalat dulu, (karena itu artinya dia masih dalam masa haid). Ada beberapa
wanita pernah diutus untuk menemui Aisyah untuk bertanya. Mereka membawa kapas.
Pada kapas itu ada warna kuning. Kemudian Aisyah berkata, “Jangan terburu-buru
(suci) sampai kamu melihat al-qasshah al-baidha’.” (HR. Bukhari)
Al-qasshah al-baidha’ bisa maknanya cairan putih sebagai
penanda berhentinya haid. Bisa juga maknanya kapas masih terlihat putih,
setelah digunakan untuk memeriksa jalan keluar darah haid. Jika muncul lagi
cairan kuning atau cairan keruh setelah dia suci maka cairan susulan tersebut
tidak perlu dihiraukan. Dia tidak boleh meninggalkan shalat dan dia tidak perlu
mandi suci lagi, karena dia tidak wajib mengulangi mandi suci lagi dan dia juga
tidak dalam keadaan junub. Jika cairan keruh atau cairan kuning itu keluar
bersambung dengan darah haid (yaitu keluar setelah darah merah) maka berarti
wanita tersebut masih dalam masa haid.
Tapi jika wanita tersebut yakin bahwa dia telah suci
kemudian darah keluar lagi (artinya, yang keluar itu adalah darah berwarna
merah, bukan sekadar cairan kuning atau cairan keruh, pen.) maka darah itu
dihukumi sebagai darah haid, selama darah kedua tersebut tidak keluar selama
sebulan.
Berapa
Lama Batas Waktu Untuk Memastikan Darah Sudah Berhenti?
Berapa lama dia mesti menunggu? Wanita tersebut hendaknya
menunggu selama 12 jam. Menurut penjelasan Ibnu Qudamah, bila darah tidak
keluar selama kurang dari satu hari (12 jam), maka itu tidak dianggap kondisi
suci (lihat Al-Mughni, 2:126). Contoh seperti ini misalnya:
- Tanggal 1, pukul 8 pagi: Si wanita mengecek ternyata masih ada sedikit darah yang keluar.
- Tanggal 1, pukul 7 malam: Dia cek lagi ternyata kondisinya bersih (tidak ada darah, flek, atau cairan kuning). Berarti dia masih dalam masa haid.
- Tanggal 1, pukul 8 malam: Dia cek lagi, ternyata keluar flek coklat. Berarti dia masih dalam kondisi haid.
- Tanggal 2, pukul 4 subuh: Dia mengecek ternyata masih ada cairan keruh.
- Tanggal 2, pukul 4 sore: Dia cek ternyata sudah tidak ada cairan apa pun yang keluar (dan dia juga sudah mengecek dengan kapas). Berarti dia telah suci.
Berdosakah
Jika Salah Menentukan Waktu Berhenti Haid?
Kebiasaan haid tiap
wanita berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Perbedaan itu juga terjadi
pada diri seorang wanita antara satu siklus dengan siklus haid yang lain tak
terkecuali perbedaan pada tanda berhentinya haid. Tanda berhenti haid pada
wanita secara umum adalah dengan keluar cairan putih. Namun sebagian wanita
tidak keluar cairan ini sehingga tanda berhentinya haid dengan terputusnya
darah (jufuf).
Jika seorang wanita keliru menentukan batas waktu suci haid
didasari atas sangkaan dan ijtihadnya maka ia tidak berdosa. Berdasarkan firman
Allah Ta’ala, “Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya,
tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu.” (QS. Al Ahzab: 5).
Juga sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla
memaafkan kesalahan (yang tanpa sengaja) dan (kesalahan karena) lupa dari
umatku serta kesalahan yang terpaksa dilakukan.” (HR. Ibnu Majah)
Seorang wanita mengeluarkan darah selama 9 hari, ia
tinggalkan shalat dengan keyakinan darah tersebut adalah darah haid. Selang
beberapa hari, darah haid yang sebenarnya keluar. Apa yang harus dilakukan
wanita tersebut apakah ia harus mengganti shalat yang selama ini ia tinggalkan?
Yang paling utama ia mengulangi shalat
yang ia tinggalkan ketika keluar darah yang pertama (darah istihadah).
Tak terkecuali wanita yang menyangka dirinya telah suci lalu
dia puasa dan shalat, kemudian dia sadar dirinya masih haid maka wanita
tersebut wajib berhenti shalat dan puasa sampai dia suci. Dan mengganti puasa
wajib yang ia kerjakan di hari itu karena telah jelas baginya bahwa puasa yang
ia kerjakan tidak sah. Dikarenakan puasa wanita haid tidaklah sah. Jika wanita
meninggalkan shalat karena sangkaan dirinya masih haid kemudian dia sadar bahwa
sebenarnya ia telah suci maka wanita tersebut wajib mengganti shalat yang
ditinggalkan. Semoga bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan anda.
Sumber : curhatmuslimah.com