Bagikandakwah - Awas! Pamer Ibadah di Sosmed Bukan Mendapat
Pahala, Malah Masuk Neraka Misalnya habis
beribadah “Alhamdulillah, waktunya berbuka shaum sunnah!”“Akhirnya selesai juga
tarawihnya.”“Senangnya berbagi dengan anak yatim!”
“Waktunya baca Al Qur’an!”“Alhamdulillah, bisa shalat di
Masjidil Haram dan mencium hajar aswad!”
“Betapa sejuknya hati tadi malam, saat aku bertemu dengan-Mu
ya Allah, di sepertiga malam-Mu”
Pernahkah Anda membaca status yang nadanya seperti di atas?
Entah di Facebook, Instagram, Twitter, Path dan banyak media sosial lainnya.
Jika dilihat secara sekilas, memang tak ada yang salah dengan status tersebut.
Suka-suka si pembuat status ingin menulis apa saja di sosial media.
Namun jika kita renungkan lebih dalam, sebaiknya waspadalah
jika suatu saat Anda ingin membuat status sejenis. Anda bisa terkena dosa riya.
Tak percaya?
Sudah bukan hal aneh lagi, bahwa sekarang ini sosial media
kerap digunakan oleh penggunanya untuk menunjukkan eksistensi diri, hal ini
bisa terlihat dari status yang dibagi mengenai aktifitas yang dilakukan
sehari-hari, terkadang bukan hanya tulisan, namun juga foto yang diunggah untuk
menunjukkan aktifitas pemilik akun yang bersangkutan.
Status yang dishare ini kadang tak kenal kondisi dan
situasi. Banyak yang tak bisa membedakan mana yang penting atau tidak untuk
dishare.
Karena bisa jadi status yang kita share atau foto yang kita
upload, ada indikasi campur tangan setan yang hendak menjerumuskan kita pada
dosa khafi (yang tersembunyi atau tersamarkan) yaitu dua penyakit hati yang
biasa disebut riya’ dan sum’ah.
Imam Bukhari di dalam Shahih-nya membuat bab khusus ‘Ar
Riya’ was Sum’ah‘ dengan membawakan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللهُ بِهِ . وَمَنْ يُرَائِيْ يُرَائِي اللهُ بِهِ
“Barangsiapa memperdengarkan (menyiarkan) amalnya, maka
Allah akan menyiarkan aibnya, dan barangsiapa beramal karena riya’, maka Allah
akan membuka niatnya (di hadapan orang banyak pada hari Kiamat)”. (HR. Bukhori)
Perbedaan riya’ dan sum’ah ialah, riya’ berarti beramal dan
beribadah karena ingin diperlihatkan kepada orang lain. Sedangkan sum’ah ialah,
agar diperdengarkan kepada orang lain. Riya’ berkaitan dengan indera mata,
sedangkan sum’ah berkaitan dengan indera telinga.
Kedua penyakit tersebut sangat berbahaya, Rasulullah sendiri
sangat takut jika kita terkena penyakit hati ini karena bisa merontokkan
seluruh pahala amal dan ibadah dalam seketika.
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ قَالَ: الرِّيَاءُ, إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَقُولُ يَوْمَ تُجَازَى الْعِبَادُ بِأَعْمَالِهِمْ: اذْهَبُوا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاءُونَ بِأَعْمَالِكُمْ فِي الدُّنْيَا, فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً
“Sesungguhnya sesuatu yang paling aku takutkan atas diri
kalian adalah syirik kecil”. Mereka berkata,”Wahai Rasulullah, apakah syirik
kecil itu?” Beliau bersabda, “Dia adalah riya’. Sesungguhnya Allah -Tabaroka wa
Ta’ala- akan berfirman pada hari para hamba diberi balasan berdasarkan
amal-amal mereka, “Pergilah kalian kepada orang-orang yang kalian dahulu
berbuat riya’ dengan amalan-amalan kalian di hadapan mereka ketika di dunia.
Perhatikanlah, apakah kalian mendapatkan balasan di sisi mereka”. (HR. Ahmad dalam
Al-Musnad)
Bahkan dalam riwayat lain, Pelaku riya’ ini bukan mendapat
pahala namun malah disiksa dalam neraka, Naudzubillah min dzalik.
إِنَّ اَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَعَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: قَاتَلْتُ فِيْكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ ِلأَنْ يُقَالَ جَرِيْءٌ, فَقَدْ قِيْلَ ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى اُلْقِيَ فيِ النَّارِ, وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأََ اْلقُرْآنَ فَأُُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَعَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيْكَ اْلقُرْآنَ, قَالَ:كَذَبْتَ, وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ: عَالِمٌ وَقَرَأْتَ اْلقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِىءٌٌ ، فَقَدْ قِيْلَ ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى اُلْقِيَ فيِ النَّارِ, وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ وَاَعْطَاهُ مِنْ اَصْْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: مَاتَرَكْتُ مِنْ سَبِيْلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيْهَا إِلاَّ أَنْفَقْتُ فِيْهَا لَكَ, قَالَ: كَذَبْتَ ، وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ فَقَدْ قِيْلَ, ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِيَ فِي النَّارِ
Dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, aku
mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya
manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di
jalan Allah. Dia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan
(yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya :
‘Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia menjawab : ‘Aku
berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.’ Allah berfirman
: ‘Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani.
Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian
diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup),
lalu dilemparkan ke dalam neraka. Berikutnya orang (yang diadili) adalah
seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca al Qur`an. Ia
didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun
mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya: ‘Amal apakah yang telah engkau
lakukan dengan kenikmatan-kenikmatan itu?’ Ia menjawab: ‘Aku menuntut ilmu dan
mengajarkannya, serta aku membaca al Qur`an hanyalah karena engkau.’ Allah
berkata : ‘Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang ‘alim
(yang berilmu) dan engkau membaca al Qur`an supaya dikatakan (sebagai) seorang
qari’ (pembaca al Qur`an yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang
dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan
melemparkannya ke dalam neraka. Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang
diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan
diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya
(mengakuinya). Allah bertanya : ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan
nikmat-nikmat itu?’ Dia menjawab : ‘Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan
infaq pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya
semata-mata karena Engkau.’ Allah berfirman : ‘Engkau dusta! Engkau berbuat
yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang
begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat)
agar menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.’” (HR.
Muslim)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkomentar tentang hadits
diatas: Hadits ini menjelaskan tentang tiga golongan manusia yang dimasukkan ke
dalam neraka dan tidak mendapat penolong selain Allah karena amal dan ibadahnya
terdapat unsur riya’.
[l]. Mereka membawa amal yang besar, tetapi mereka
melakukannya karena riya’, ingin mendapatkan pujian dan sanjungan. Pelaku
riya’, pada hari yang dibuka dan disibak apa yang ada dalam hatinya, wajahnya
diseret secara tertelungkup sampai masuk ke dalam neraka.
[2] Mereka yang dimuliakan Allah dengan diberi kesempatan
untuk menuntut ilmu dan mengajarkannya kepada yang lain. Mereka mampu membaca
al Qur`an dan mempelajarinya. Semestinya, dengan ilmu tersebut mereka berniat
karena Allah semata sebagai wujud rasa syukur kepadaNya atas limpahan
rahmatNya.
Namun sayang, tujuan yang semestinya lillahi ta’ala, telah
dipalingkan dan dihiasi oleh nafsu duniawi, sehingga mereka berbuat riya’
(pamer) dengan ilmu itu di hadapan manusia, agar mendapat pujian, kedudukan,
harta dan jabatan. Mereka tidak menyadari, bahwa Allah selalu melihat dan
mengetahui apa yang mereka lakukan.
Allah mengetahui rahasia yang tersembunyi di hati mereka.
Ternyata, mereka belajar, mengajar dan membaca al Qur`an supaya dikatakan
sebagai seorang alim, pintar atau yang semisal itu. Sedangkan yang membaca al
Qur`an supaya dikatakan qari’ atau qari’ah, orang yang bagus dan indah
bacaannya.
Maka pada hari Kiamat nanti, tidak ada yang mereka peroleh
kecuali dikatakan “pendusta”. Mereka hanya terdiam disertai kehinaan, kerugian
dan penuh penyesalan. Kemudian Allah menyuruh malaikat agar menyeret dan
mencampakkan mereka ke dalam neraka. Wal ‘iyadzu billah.
[3] Mereka yang diberi kelapangan rezeki dan berbagai macam
harta benda. Mereka adalah golongan yang mampu, kaya dan berduit. Kewajiban
mereka semestinya bersyukur kepada Allah dengan ikhlas karena Allah semata.
Tetapi sayang, mereka shadaqah, infaq, memberikan uang dan
mendermakan harta supaya menjadi terkenal dan dikatakan dermawan, karim (yang
mulia hatinya), supaya dikatakan orang yang khair (baik).
Padahal apa yang mereka katakan di hadapan Allah, bahwa
mereka berinfaq, bershadaqah karena Allah adalah dusta belaka. Sungguh telah
dikatakan yang demikian itu, dan mereka tidak bisa membantah. Allah mengetahui
hati dan tujuan mereka.
Kemudian mereka diperintahkan untuk diseret atas mukanya dan
dicampakkan ke dalam neraka, dan mereka tidak mendapatkan seorang penolong pun
selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Taujihat Nabawiyah ‘ala Thariq, karya Dr.
Sayyid Muhammad Nuh, Darul Wafa’)
Macam
Macam Riya yang harus kamu ketahui’
[1] Riya’ yang berasal dari tubuh, seperti memperlihatkan
bentuk tubuh yang kurus dan pucat agar tampak telah berusaha sedemikian rupa
dalam beribadah dan takut pada akhirat. Atau memperlihatkan jidat yang
menghitam agar dianggap sebagai ahli sholat atau memperlihatkan suara yang
parau, mata cekung (sayu) dan bibir kering agar dianggap terus-menerus
berpuasa.
Riya’ semacam ini sering dilakukan oleh para ahli ibadah.
Adapun orang-orang yang sibuk dengan urusan dunia, maka riya’ mereka dengan
memperlihatkan badan yang gemuk, penampilan yang bersih, wajah yang ganteng dan
rambut yang kelimis.
[2] Riya’ dengan perkataan, seperti dalam hal memberi
nasihat, peringatan, menghapal kisah-kisah terdahulu dan atsar dengan maksud
untuk berdebat atau memperlihatkan kedalaman ilmunya pada yang lain.
[3] Riya’ dengan perbuatan, seperti riya’ yang dilakukan
orang yang shalat dengan memanjangkan bacaan saat berdiri, memanjangkan ruku’
dan sujud atau menampakkan kekhusyuan atau yang lainnya. Begitu pula dalam hal
puasa, haji, shadaqah dan lain-lain yang tujuannya agar dianggap orang paling
alim, paling khusyuk dan sebagainya.
[4] Riya’ dengan tulisan, seperti menceritakan amal dan
ibadahnya pada orang lain di sosial media dengan maksud agar dipuji yang lain,
berbangga diri dengan amal ibadah yang dilakukan dengan tujuan pamer pada yang
lainnya.
Oleh karena itu wahai saudaraku sahabat dakwah, agar tak
menimbulkan kemudharatan baik bagi diri kita maupun orang lain, alangkah
baiknya jika status dan foto bernilai ibadah tak perlu dibagi atau diunggah.
Ibadah kita yang tahu cukup Allah. Insya Allah kita terhindar dari penyakit riya’
dan sum’ah.
Kita memohon keselamatan kepada Allah dari semua macam riya’
dan sum’ah. Ya, Allah. Janganlah Engkau sesatkan hati kami setelah Engkau
memberi petunjuk kepada kami, dan jauhkanlah diri kami dan amal kami dari
riya’. Aamiin. Semoga tulisan ini bia menjadi pengingat baik buat diri saya
sendiri maupun kepada pembaca.
Sumber: kabarmakkah.com