Bagikandakwah – Banyak orang memandang seseorang hanya
disisi enaknya saja Misalnya seperti ini “Wah, enak sekali jadi dokter A ya, sekali periksa 100 ribu, kalo sehari
pasien 50 berarti…, dilayani penuh oleh farmasi, belum kalau ada tindakan, uang
mengalir seperti air”
“wah, enak sekali jadi si B, pengusaha sukses, mobilnya
banyak, rumah besar, ga perlu pusing mikirin duit lagi, sekarang tinggal
ongkang-ongkang kaki, bisnis jalan terus sama anak buah, coba saya jadi dia ya”
Inilah komentar beberapa orang yang mengkin hanya melihat
nikmat pada orang tersebut. Berangan-angan bisa seperti mereka. Bisa jadi merasa iri dan bahkan dengki dengan
kenikmatan mereka.
Tetapi ada satu yang mereka lupakan, yaitu mereka tidak
melihat bagaimana proses mendapatkan kenikmatan tersebut. Proses mendapatkannya
dengan penuh tetes keringat dan air mata, pengorbanan dan perjuangan.
Mereka tidak melihat bagaimana seorang dokter:
Dahulunya mengurung diri selama sebulan untuk belajar agar
bisa masuk kedokteran dengan persaingan yang ketat.
Sekolah lama 6 tahun, kemudian jika spesialis tambah lagi 4
tahun, hapalan banyak dan pelajaran berat.
Ketika menjalani praktek di rumah sakit, bisa tidak tidur
semalaman dan paginya harus aktivitas lagi, kecapekan, adrenalin mengalir keras
ketika ada pasien gawat.
Mereka tidak melihat bagaimana seorang pengusaha sukses:
Merintis usaha dari nol, membutuhkan kerja keras dan
kreativitas serta kerasnya persaingan bisnis.
Pernah ditipu, pernah dipermainkan dalam bisnis, bahkan
mungkin pernah meminum obat penenang karena stres memikirkan bisnis.
Pernah terlilit hutang dan diburu rentenir karena usaha yang
jatuh bangun.
Jangan Sering Melihat Kenikmatan Orang Lain dan Lupa Nikmat
Sendiri
Janganlah kita sebagaimana orang yang melihat bagaimana
kemegahan Qarun dan ingin menjadi seperti Qarun. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
فَخَرَجَ عَلَىٰ قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ ۖ قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
“Maka keluarlah Qarun kepada
kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan
dunia: “Moga-moga kiranya kita ini mempunyai seperti apa yang telah diberikan
kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar”.
(QS. al-Qashash: 79)
Inilah perkataan orang-orang yang cenderung terhadap dunia
saja. Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
فلما رآه من يريد الحياة الدنيا ويميل إلى زخرفها وزينتها، تمنوا أن لو كان لهم مثل الذي أعطي
“Tatkala (qorun) dilihat oleh
mereka yang menginginkan kehidupan dunia dan cenderung kepada gemerlap dan
perhiasannya, maka mereka berangan-angan seandainya mereka sebagaimana Qarun
diberi (kenikmatan).”
Dan kita diperintahkan agar jangan terlalu silau dan terpana
dengan kenikmatan orang lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَىٰ مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِّنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ ۚ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ
“Dan janganlah kamu tujukan
kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari
mereka, sebagai bunga kehidupan di dunia untuk Kami uji mereka dengannya. Dan
karunia Rabb-mu adalah lebih baik dan lebih kekal.“ (QS. Thaha: 131)
Melihat kenikmatan orang lain dan membanding-bandingkan
dengan kita hanyalah membawa kesedihan dan menambah duka saja. Al-Baghawi
rahimahullah berkata,
قال أبي بن كعب: من لم يعتز بعز الله تقطعت نفسه حسرات، ومن يتبع بصره فيما في أيدي الناس طال حزنه
“Berkata ‘Ubay bin Ka’ab: ‘
Barangsiapa yang tidak merasa mulia dengan kemulian dari Allah akan memutuskan
dirinya sendiri dalam kerugian. Barangsiapa yang mengikuti pandangannya
terhadap apa yang ada di tangan manusia, maka akan semakin bertambah
kesedihannya.”
Belum Tentu Mereka Bahagia Dengan Kenikmatan Mereka
Kita hanya melihat mereka bahagia saja dengan keadaan
mereka. Bisa jadi ternyata mereka tidak bahagia dengan keadaan mereka sekarang.
Ambil contohnya para artis yang sudah memiliki segalanya dalam kehidupan dunia,
paras aduhai, harta dan ketenaran tetapi kehidupan mereka tidak tenang,
kawin-cerai dan sering berurusan dengan
hukum.
Atau kita ambil contoh seorang dokter:
Uang memang banyak, tetapi waktu sedikit, jarang bertemu
dengan keluarga, pagi sudah praktek, visit pasien, operasi, malam praktek
hingga tengah malam, belum lagi ada panggilan darurat atau telpon tengah malam
karena darurat. Sehingga ada juga yang rumah tangganya terbengkalai.
Atau contoh pengusaha sukses:
Ternyata ia tidak tenang karena kerasnya persaiangan bisnis,
pagi hari hari sudah pusing dengan bisini, makan tidak enak karena ada uang
yang dipinjam tetapi belum kembali, tidur tidak nyenyak karena omset berkurang
dan lain-lain.
Maka janganlan kita hanya melihat enaknya saja dan nikmatnya
saja pada orang lain. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لِّأَنفُسِهِمْ ۚ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا ۚ وَلَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ
“Maka janganlah harta benda
& anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan
(memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan
di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir.”
(QS. at-Taubah: 55)
Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘anhu berkata,
إنَّ اللهَ يُعْطِي الدُّـنْيَا مَنْ يُحِبُّ وَ مَن لاَ يُحِبُّ وَلاَ يُعْطِي الإيْمَانِ إلاَّ مَنْ يُحِبُّ فَإذَا أحَبَّ اللهُ عَبْداً أعْطَاه ُ الإيْمَانٍِ
“Sesungguhnya Allah memberi
dunia kepada orang yang disenangi dan orang yang tidak disukai. Tidaklah
memberikan karunia iman, kecuali kepada orang yand dicintai-Nya. Apabila Allah
mencintai seorang hamba, niscaya Allah memberinya karunia iman.”
Bisa jadi juga mereka adalah orang yang menjadi budak dunia
saja, siang-malam hanya mencari harta dan dunia saja. Tetapi lupa dan masa
bodoh akan akhirat. Allah Ta’ala berfirman,
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِّنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
“Mereka hanya mengetahui yang
dzahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka mengenai (kehidupan) akhirat
adalah lalai.” (Ar-Rum: 7)
Selalu Lihat yang Dibawah Kita Dalam Urusan Dunia
Inilah yang membuat kita senantiasa selalu qanaah dan
menerima apa adanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
انظروا إلى من هو أسفل منكم ولا تنظروا إلى من هو فوقكم ، فهو أجدر أن لا تزدروا نعمة الله عليكم
“Lihatlah orang yang berada di
bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau lihat orang yang
berada di atasmu. Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan
nikmat Allah padamu.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذا نظر أحدكم إلى من فضل عليه في المال والخلق فلينظر إلى من هو أسفل منه
“Jika salah seorang di antara
kalian melihat orang yang memiliki kelebihan harta dan bentuk (rupa) , maka
lihatlah kepada orang yang berada di bawahnya.”
Ajak Berlomba-lomba Dengan Akhirat
Terkadang hati dan iman kita sedang lemah, kita bisa jadi
timbul rasa iri, mereka bisa segera meraih kenikmatan dunia, sedangkan kita
terkadang sibuk denganmenuntut ilmu dan dakwah sehingga dunia tidak banyak kita
dapat. Maka kita ajaklah mereka berlomba-lomba dengan akhirat misalnya:
Ketika mendengar teman sudah bisa punya rumah dengan
membayar KPR maka kita katakan, kita juga sedang membangun rumah disurga dengan
memakmurkan masjid dan amalan lainnya.
Ketika mendengar anak tetangga lancar les bahasa inggris,
maka kita katakan, anak kita sudah lancar bahasa Arab.
Ketika mendengar teman sudah kuliah S2 atau S3 di Amerika
dan Eropa maka kita katakan, saya sudah menghapal sekian juz Al-Quran dan
berpuluh-puluh hadits.
Al Hasan Al Bashri mengatakan,
إذا رأيت الرجل ينافسك في الدنيا فنافسه في الآخرة
“Apabila engkau melihat
seseorang mengunggulimu dalam masalah dunia, maka unggulilah dia dalam masalah
akhirat.”
Wahib bin Al Warid mengatakan,
إن استطعت أن لا يسبقك إلى الله أحد فافعل
“Jika kamu mampu untuk
mengungguli seseorang dalam perlombaan menggapai ridha Allah, lakukanlah.”
Sebagian ulama mengatakan,
لو أن رجلا سمع بأحد أطوع لله منه كان ينبغي له أن يحزنه ذلك
“Seandainya seseorang mendengar
ada orang lain yang lebih taat pada Allah dari dirinya, sudah selayaknya dia
sedih karena dia telah diungguli dalam perkara ketaatan.”
Bersyukur Dengan Tiga Hal Ini dan Qanaah
Tiga hal itu adalah kesehatan, makanan yang cukup dan tempat
tinggal (walaupun ngontrak). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من أصبح منكم آمنا في سربه معافى في جسده عنده قوت يومه فكأنما حيزت له الدنيا
“Barangsiapa di antara kalian
merasa aman di tempat tinggalnya, diberikan kesehatan badan, dan diberi makanan
untuk hari itu, maka seolah-olah dia telah memiliki dunia seluruhnya.”
Dan sumber kabahagiaan dan kekayaan adalah qanaah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Kekayaan (yang hakiki) bukanlah
dengan banyaknya harta. Namun kekayaan (yang hakiki) adalah hati yang selalu
merasa cukup.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
“Sungguh sangat beruntung orang
yang telah masuk Islam, diberikan rizki yang cukup dan Allah menjadikannya
merasa puas dengan apa yang diberikan kepadanya.”
Untukmu sahabat dakwah, Apapun keadaanmu dan profesimu
sekarang jangan lupa banyak-banyak bersyukur.. Semoga Allah selalu melimpahkan
rahmat dan hidayah kepada kita
Sumber: muslimafiyah.com