Bagikandakwah – Ada mungkin pernah mendengar kata “ Jadikan
orangtua layaknya Raja maka rezekimu akan juga seperti Raja “ memang benar
salahsatu perbuatan yang bisa melancarkan rezeki yakni dengan berbakti kepada
orangtua. Nah sahabat dakwah, Sebelum Menjemput Rezeki, Sudahkah Kau Raih Ridho
Orang Tuamu?
Krisis moneter mengguncang tanah air dengan begitu hebatnya.
Ayah bekerja serabutan, ibu membuka warung kecil-kecilan. Bisa di
bayangkan betapa “Negpas”-nya ekonomi
keluarga kami.
Karena itulah, mau tidak mau kami harus legowo dengan
kenyataan bahwa saya tak bisa melanjutkan kuliah. Seorang teman mengajak saya
untuk melamar pekerjaan.
Bermodal nekat, kamipun berangkat. Bahkan, saya tak sempat
meminta izin kepada orang tua. Toh, inikan hanya coba coba. Singkat cerita,
saya diterima. Ternyata, saya bekerja di bidang multi level marketing. Ini hal
yang amat baru bagi saya. Tiap hari, kami harus menjajakan produk dengan cara
berkeliling.
Jika dalam sehari kami tidak berjualan, maka kami tidak
mendapat gaji sepeserpun. Walau begitu berat, saya tetap bertahan dengan
profesi ini dan melabuhkan harapan agar bisa meraih sukses sebagaimana yang di
sampaikan para petinggi MLM itu.
Hingga suatu hari, saya memutuskan untuk pindah ke kantor pusat
MLM di jakarta. Kedua orang tau menentang keputusan itu. Mereka tidak tega
membiarkan saya hidup sendiri di kota besar. Dasar nekad, saya terus
mempersuasi kedua orang tua.
Saya lancarkan segala argumentasi agar beliau berdua bisa
mengizinkan saya hidup di belantara ibu kota. Dengan berat hati, ayah-ibu
mengizinkan saya. Walaupun, saya tahu persis, di lubuk hati mereka yang paling
dalam, sebenarnya mereka sama sekali tidak ridho.
Hari-hari pertama di jakarta, saya begitu bersemangat.
Rasanya begitu bebas. I feel free…! kota yang begitu megah, kosmopolitan.
Segala kemewahan hidup tersaji disini.
Namun, ketika memasuki hitungan bulan, saya mulai merasakan
kerasnya hidup di kota besar yang penuh persaingan. Belum lagi biaya hidup,
kos, transport dan harga makanan yang selangit.
Ada kalanya, dua sampai tiga hari saya tidak makan. Karena
tidak ada sepeserpun uang yang bisa saya pakai untuk membeli makanan. Saya
bahkan pernah menyusuri jalan demi mengais uang yang barangkali terjatuh.
Sore itu, dengan perut perih melilit menahan lapar, saya
berjalan menuju kos dengan hati yang begitu pedih. Tidak ada satu barang
daganganpun yang terjual. Sempat terpikir untuk meminta duit entah pada siapa,
sekedar untuk ongkos pulang.
Tapi, saya sadar, islam melarang umatnya meminta-minta. Saya
memohon kepada Allah, agar ada beberapa rupiah yang bisa kami gunakan.
Mendadak di depan saya ada koin lima puluh rupiah dengan
jumlah cukup banyak. Sambil menahan malu, saya coba ambil koin-koin tersebut.
Ternyata koin-koin itu sudah melekat di aspal. Saya cungkil berkali-kali, tidak
berhasil. Astaghfirullahal ‘adzim…
Dengan menahan air mata yang nyaris tumpah, saya menuju
rumah kos. Sampai di kamar, saya termenung. Apa salah saya, sehingga mengalami
kesulitan hidup seperti ini ? apa dosa-dosa yang saya lakukan, sehingga hidup
saya laksana bentangan jalan yang terjal dan berliku? Di tengah hati yang
menggerimis, terputarlah fragmen-fragmen hidup saya delapan bulan terkahir.
Ya, semua ini bermula dari absennya ridho orang tua. Guru
agama saya pernah berpesan, bahwa ridha Allah ada pada ridho orang tua. Maka
jika orang tua tidak ridho, Allah takkan pernah memberkahi hidup kita.
Bukan hanya itu, saya kerap didera rasa bersalah setiap kali
berhasil menjual suatu produk. Perusahaan MLM mengharuskan kami menjual produk
dengan cara meyakinkan costomer bahwa produk kami berkualitas terbaik serta
berharga murah.
Dengan gaya ala seles profesional, saya “membujuk” konsumen.
Yang penting produk saya laku. Yang penting saya dapat duit. Yang penting, saya
bisa makan. Padahal, duit, makanan dan semua yang pernah saya dapatkan berasal
dari jalan menipu orang lain. Astaghfirullahal ‘adzim…
Kendati kerap diterpa kemalangan bertubi-tubi, ada kalanya
saya mendapatkan jalan keluar dari arah yang tak disangka. Pertolongan Allah
selalu datang pada saya. Sifat Rahman dan Rahiim-Nya memang membuat saya
bergelimang syukur.
Suatu ketika, seorang bapak (yang sama sekali tidak saya
kenal) memberi ongkos untuk naik bajaj. Beliau merasa iba tatkala tahu bahwa
saya tak punya uang untuk ongkos pulang.
Awalnya saya tolak pemberian beliau. Tapi, bapak yang
beranjak sepuh itu berkata, “Saya juga punya anak yang sedang merantau. Saya
hanya berharap kelak ada yang membantunya saat dia kesulitan”
Masya Allah. Berdesir hati saya. Sepanjang perjalanan
pulang, air mata saya menetes tiadak henti. Ucapan bapak tadi membuat saya
teringat akan ketulusan hati ayah. Beberapa tahun lalu, ayah pernah mengatakan
hal serupa tatkala membantu orang yang kesulitan. Saya rindu ayah dan ibu. Saya
ingin pulang.
Lagi-lagi, Allah maha mendengar rintihan hamba-Nya. Dalam
doa yang saya langitkan, sungguh, saya sangat rindu ayah dan ibu. Tiada habis
rasa sesal, karena saya nekad berbuat hal yang sebenarnya tidak beliau ridhoi.
Subhanallah.. maha suci Allah, beberapa pekan kemudian, ayah
menjemput saya ke jakarta. Rindu saya terjawab. Sosok ayah tampak begiru
tenang. Tak ada raut amarah di wajah beliau. Padahal, sebelumnya, ayah cukup
keras menentang kepergian saya ke jakarta. Beliau meneteskan air mata saat
melihat saya. Dengan suara bergetar, beliau berkata, “Ayo kita pulang nak…”
Sepanjang perjalanan menuju surabaya, saya tidur dengan
bersandar pada tubuh ayah. Antara rindu yang begitu memuncak dipadu rasa
bersalah. Belakangan saya tahu, bahwa beliau berangkat ke jakarta dengan uang
hasil ganti rugi warung kami yang terkena gusur. Makin bertambah rasa bersalah
saya saat itu, terlebih ketika ibu sempat tidak mengenali saya, karena saya
terlihat kurus dan kumal.
Ayah, ibu, maafkan anakmu ini. Betapa ridho orang tua sangat
penting bagi kita. Mulai detik ini, saya tak akan melakukan apapun, atau pergi
kemanapun, apabila ridho ayah dan ibu belum saya kantongi. Terima kasih sudah
menjadi orang tua terbaik bagi kami.
semoga kita bisa mengambil hikmah dari kisah diatas
Sumber: wajibbaca.com