Bagikandakwah - Dalam Kitab Ihya’ Ulum Ad-Diin, Imam Al-Ghazali rahimahullah
menyebutkan:
قَالَ بَعْضُ العَرَبِ (لاَ تَنْكِحُوا مِنَ النِّسَاءِ سِتَّةٌ لاَ أَنَّانَةَ وَلاَ مَنَّانَةَ وَلاَ حَنَّانَةَ وَلاَ تَنْكِحُوْا حَدَّاقَةَ وَلاَ بَرَّاقَةَ وَلاَ شَدَّاقَةَ)
Sebagian orang Arab berkata, janganlah menikahi enam wanita:
annaanah, mannaanah, hannanah, haddaqah, barroqoh, dan syaddaqah.
Adapun annanah, dia adalah wanita yang banyak mengeluh dan
mengaduh, dia seperti membalut kepalanya dengan perban setiap waktu. Jika
wanita ini dinikahi sama saja menikahi orang sakit atau orang yang pura-pura
sakit, tidak ada kebaikan bagi suami.
Adapun mannanah, dia adalah wanita yang terus mengungkit
kebaikan-kebaikannya pada suaminya, ia berkata, “Aku sudah melakukan ini dan itu
karenamu.”
Adapun hannanah, dia adalah wanita yang merindukan suami
yang lain atau anak dari suami yang lain.
Adapun haddaqah,dia adalah wanita yang memandang tajam
segala sesuatu dengan biji matanya, ia tertarik sehingga membebani suaminya
dalam belanja. [Pendek kata, ia boros dan konsumtif. Jika wanita-wanita tipe
sebelumnya menguras emosi suami, wanita tipe ini menguras kantong suami].
Adapun barroqoh, ada dua makna dalam hal ini.
Pertama, ia adalah tipe wanita yang sepanjang hari
mengilapkan wajahnya, berhias diri, supaya wajahnya berkilau, bersinar, dan itu
dibuat-buat.
Kedua, ia adalah tipe wanita yang sering marah pada makanan,
ia tidaklah makan kecuali sendirian, kalau makan pun hanyalah sedikit. Ini
adalah kosakata Yamaniyah. Mereka menyebut istilah ini untuk anak kecil yang
marah ketika makan.
Adapun syaddaqah (secara bahasa artinya: lebar sudut
mulutnya), ia adalah tipe wanita yang banyak bicara, dalam hadits disebutkan,
“Allah membenci orang tsartsarin (banyak cakap) mutasyaddaqin (banyak bicara).”
Demikian penjelasan dari Imam Al-Ghazali rahimahullah
mengenai enam tipe wanita di atas.
Jangan Jadi Istri yang Banyak Mengeluh
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku pernah
menghadiri shalat ied bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau
memulai dengan shalat kemudian khutbah tanpa azan dan tanpa iqamah. Kemudian
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri bersandar pada Bilal, beliau
memerintahkan untuk bertakwa kepada Allah dan mendorong untuk taat kepada-Nya.
Beliau memberikan wejangan dan mengingatkan manusia saat itu. Kemudian beliau
lewat dan mendatangi jamaah wanita lantas beliau menyampaikan wejangan dan
mengingatkan mereka. Beliau berkata,
يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنَّكُنَّ أَكْثَرُ حَطَبِ جَهَنَّمَ
“Wahai para wanita,
bersedekahlah karena kalian itu yang paling banyak menjadi bahan bakar neraka
Jahannam.”
Kemudian ada seorang wanita terbaik yang nampak tidak
berhias diri di antara mereka berdiri lalu berkata, “Kenapa wanita yang paling
banyak masuk neraka, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,
لِأَنَّكُنَّ تُكْثِرْنَ الشَّكاَةَ وَتَكْفُرْنَ العَشِيْرَ
“Karena kalian banyak mengaduh
dan tidak mensyukuri pemberian suami kalian.”
Jabir berkata, “Lantas para wanita bersedekah dengan
perhiasan mereka. Mereka melemparkan perhiasan mereka pada kain Bilal, ada di
situ anting dan cincin mereka.” (HR. Bukhari, no. 978 dan Muslim, no. 885. Imam
Bukhari menyebutkan dalam Bab “Nasihat imam pada wanita pada hari ied”).
Ada Istri yang Menjadi Penyebab Suaminya Jauh dari Agama
Allah
Dalam ayat diingatkan,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ
“Hai orang-orang mu’min,
sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh
bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka.” (QS. At-Taghabun: 14).
Mujahid berkata dengan ayat di atas, “Wanita (istri) dapat
mengantarkan suami untuk memutus hubungan kerabat, berbuat maksiat pada Allah.
Karena begitu cintanya sampai suami tetap menurutinya.” (Tafsir Al-Qur’an
Al-‘Azhim, 7:292).
Mengungkit-Ungkit Pemberian
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan
menyakiti (perasaan si penerima).”(QS. Al-Baqarah: 264)
Ayat ini menunjukkan faedah, terlarang menghilangkan pahala
sedekah dengan mengungkit-ungkitnya atau menyakiti hati penerima, baik dengan
ucapan maupun perbuatan. Mengungkit-ungkit pemberian dan menyakiti hati
penerima dapat merusak amalan sedekah seperti orang yang bersedekah karena
riya’ yaitu amalnya ingin dipertontonkan kepada manusia demi mendapat pujian.
Hal ini menunjukkan bahwa amalan harus ikhlas semata-mata karena Allah.
Tidak Membuat Suami Marah
Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُؤْذِى امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِى الدُّنْيَا إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ لاَ تُؤْذِيهِ قَاتَلَكِ اللَّهُ فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكِ دَخِيلٌ يُوشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا
“Jika seorang istri menyakiti
suaminya di dunia, maka calon istrinya di akhirat dari kalangan bidadari akan
berkata: ‘Janganlah engkau menyakitinya. Semoga Allah mencelakakanmu sebab ia
hanya sementara berkumpul denganmu. Sebentar lagi ia akan berpisah dan akan
kembali kepada kami.’” (HR. Tirmidzi, no. 1174 dan Ibnu Majah, no. 2014.
Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
Jadi Istri yang Qanaah, Merasa Cukup dengan Pemberian Suami
Secara bahasa qana’ah artinya ridha. Qana’ah artinya ridha
dengan pemberian Allah. Ada kata qunu’ artinya ridha dengan pemberian yang
sedikit.
Imam Suyuthi berkata bahwa qana’ah adalah ridha dengan apa
yang di bawah kifayah (kecukupan).
Artinya qana’ah itu ketika mendapat sedikit pun disyukuri,
sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut.
Dari An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ
“Barang siapa yang tidak
mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang
banyak.” (HR. Ahmad, 4:278. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan
sebagaimana dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 667).
Manfaat qanaah adalah sebagaimana disebutkan dalam
hadits-hadits berikut ini.
Dari ’Ubaidillah bin Mihshan Al-Anshary radhiyallahu ‘anhu,
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِى سِرْبِهِ مُعَافًى فِى جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
“Barangsiapa di antara kalian
mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga dan masyarakatnya),
diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di
rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya.” (HR. Tirmidzi,
no. 2346; Ibnu Majah, no. 4141. Abu ’Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan
gharib).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِعَلَيْكُمْ
“Pandanglah orang yang berada di
bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang
berada di atasmu (dalam masalah ini). Dengan demikian, hal itu akan membuatmu
tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR. Muslim, no. 2963).
Jangan Banyak Bicara
Mu’adz bin Jabal berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
يَا نَبِيَ اللهِ وَإِنَّا لَمُؤَاخَذُوْنَ بِمَا نَتَكَلَّمُ بِهِ ؟ فَقَالَ : ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا مُعَاذٍ، وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسُ فِي النَّارِ عَلَى وُجُْهِهِمْ، أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ، إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ
“Wahai Nabi Allah, apakah kami
dituntut (disiksa) karena apa yang kami katakan?” Maka beliau bersabda, “Celaka
engkau. Adakah yang menjadikan orang menyungkurkan mukanya (atau ada yang
meriwayatkan batang hidungnya) di dalam neraka, selain ucapan lisan mereka?”
(HR. Tirmidzi, no. 2616. Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan shahih).
Istri yang Baik itu Tampil Cantik untuk Suami
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling
menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak
menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” (HR.
An-Nasai, no. 3231 dan Ahmad, 2:251. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits
ini hasan shahih).
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,
كُنَّا نِسَاؤُنَا يَخْتَضَبْنَ بِاللَّيْلِ فَإِذَا أَصْبَحْنَ فَتَحْنَهُ فَتَوَضَّأْنَ وَصَلَّيْنَ ثُمَّ يَخْتَضَبْنَ بَعْدَ الصَّلاَةِ ، فَإِذَا كَانَ عِنْدَ الظُّهْرِ فَتَحْنَهُ فَتَوَضَّأْنَ وَصَلَّيْنَ فَأَحْسَنَّ خِضَابًا وَلاَ يَمْنَعُ مِنَ الصَّلاَةِ
“Istri-istri kami punya
kebiasaan memakai pewarna kuku di malam hari. Jika tiba waktu Shubuh, pewarna
tersebut dihilangkan, lalu mereka berwudhu dan melaksanakan shalat. Setelah
shalat Shubuh, mereka memakai pewarna lagi. Ketika tiba waktu Zhuhur, mereka
menghilangkan pewarna tersebut, lalu mereka berwudhu dan melaksanakan shalat.
Mereka mewarnai kuku dengan bagus, namun tidak menghalangi mereka untuk
shalat.” (HR. Ad-Darimi, no. 1093. Syaikh Abu Malik menyatakan bahwa sanad
hadits ini shahih dalam Shahih Fiqh As-Sunnah li An-Nisa’, hlm. 419).
Demikianlah 6 sifat wanita yang harus kita jauhi, Semoga Allah memberi taufik dan hidayah.
sumber : rumaysho.com