Bagikandakwah - Apakah wanita yang mengalami keguguran tetap shalat ataukah
tidak? Bahkan juga apakah wanita tersebut tetap puasa ataukah tidak? Mari kita simak pembahasan dibawah ini, semoga dapat memahaminya...
Untuk memahami masalah ini, ada dasar ilmu yang bisa kita
pelajari, yaitu dari hadits Ibnu Mas’ud tentang fase pembentukan manusia dalam
rahim.
Sobat dakwah, Coba renungkan terlebih dahulu …
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,
ia berkata, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ
“Sesungguhnya setiap kalian
dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani (nuthfah) selama
empat puluh hari, kemudian berubah menjadi segumpal darah (‘alaqah) selama
empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging (mudhgah) selama empat puluh
hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan
diperintahkan untuk ditetapkan empat perkara, yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya
dan kecelakaan atau kebahagiaannya.” (HR. Bukhari, no. 6594 dan Muslim, no.
2643)
Pembentukan manusia dalam rahim mulai dari fase nuthfah
(setetes mani), ‘alaqah (segumpal darah), mudhgah(segumpal daging)
masing-masing selama 40 hari.
Terkait status darah keguguran yang dialami wanita, para
ulama memberikan rincian sebagai berikut:
Pertama, keguguran terjadi ketika janin berada pada dua fase
pertama, yaitu fase nuthfah yang masih bercampur dengan mani, berlangsung
selama 40 hari pertama dan fase ‘alaqah, yaitu segumpal darah yang berlangsung
selama 40 hari kedua. Sehingga total dua fase ini berjalan selama 80 hari.
Dalam fase nuthfah atau ‘alaqah ini tidak berlaku hukum sama
sekali tanpa ada perbedaan pendapat di antara para ulama. Para ulama hukumi
darah yang keluar adalah darah istihadhah, sehingga wanita masih tetap berpuasa
dan melaksanakan shalat. Untuk melaksanakan shalat, cukup baginya berwudhu pada
setiap kali akan shalat lima waktu.
Kedua, keguguran terjadi pada fase ketiga, yaitu fase
mudhghah, dalam bentuk gumpalan daging. Pada fase ini, mulai terjadi
pembentukan anggota badan, bentuk, wajah, dan seterusnya. Fase ini berjalan
sejak usia 81 hari sampai 120 hari masa kehamilan.
Jika terjadi keguguran pada fase ini, ulama merinci menjadi
dua:
Janin belum terbentuk seperti layaknya manusia. Pembentukan
anggota badan masih sangat tidak jelas. Hukum keguguran dengan model janin
semacam ini, statusnya sama dengan keguguran di fase pertama. Artinya, status
wanita tersebut dihukumi sebagai wanita yang mengalami istihadhah.
Janin sudah terbentuk seperti layaknya manusia, sudah ada
anggota badan yang terbentuk, dan secara kasatmata seperti manusia memiliki
tangan, kaki, atau semacamnya. Atau bisa jadi bentuknya samar, namun dianggap
sebagai awal bentuk manusia. Status keguguran dengan model janin semacam ini
dihukumi sebagaimana wanita nifas. Sehingga berlaku semua hukum nifas untuk
wanita ini (di antaranya dilarang shalat dan puasa, pen.). Sehingga berlaku
juga hukum selesainya ‘iddah kalau nifasnya selesai.[1]
Ketiga, ketika keguguran terjadi di fase keempat, yaitu fase
setelah ditiupkannya ruh ke janin. Ini terjadi di usia kehamilan mulai 121 hari
atau masuk bulan kelima kehamilan. Jika terjadi keguguran pada fase ini, ulama
sepakat wanita tersebut statusnya sebagaimana layaknya wanita nifas. Perlakuan
pada bayi yang keguguran dalam fase ini dirinci menjadi dua:
Bayi dalam keadaan tidak teriak saat lahir, maka berlaku di
dalamnya hukum seperti keadaan kedua pada mudghah yang telah disebutkan
sebelumnya. Juga berlaku hukum dimandikan, dikafani, dishalatkan, diberi nama,
hingga diaqiqahi.
Bayi dalam keadaan teriak saat lahir, maka berlaku hukum
bayi secara sempurna, yaitu dimandikan, dikafani, dishalatkan, diberi nama,
diaqiqahi, juga ia mendapatkan kepemilikan harta dari wasiat, dan bisa dapat
hukum terkait waris (yaitu mewariskan dan diwariskan) dan hukum semisal itu.
Demikian Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah, 21:434-438, dinukil dari
Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab karya Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid, no.
12475.
Berarti apakah wanita yang mengalami keguguran tetap shalat
ataukah tidak?
Jawabnya, bisa dilihat jika ia mengalami nifas, maka ia
meninggalkan shalat, juga meninggalkan puasa. Jika ia mengalami istihadhah
(berarti bukan nifas), ia tetap mengerjakan shalat, juga puasa.
[1] Jika mengalami keguguran pada usia 81 sampai 120 hari,
untuk memastikan apakah statusnya nifas ataukah bukan, ini perlu
dikonsultasikan ke dokter terkait, mengenai bentuk janinnya.
Semoga Allah terus memberikan kepada kita tambahan ilmu yang bermanfaat.
Allahu A'lam
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber artikel Rumaysho.Com